I Shall Not Hate : Kisah Seorang Dokter Palestina Memperjuangkan Perdamaian Tanpa Dendam dan kebencian
Istiani Prajoko (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Biarlah putri-putriku menjadi korban terakhir demi perdamaian. “Seperti orang-orang lainnya, kami semua tidur bersama di satu ruangan. Kami mengatur sebagian anak tidur di sisi sebuah dinding, dan anak-anak lain di sisi dinding yang lainnya, supaya seandainya terkena serangan, kami tidak mati seluruhnya.” Januari 2009, saat Hamas dan Israel tak kunjung mencapai kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik Gaza, roket menghantam rumah Izzeldin Abuelaish. Menewaskan tiga putri dan satu keponakannya. Peristiwa itu tak hanya mengguncang keluarga Izzeldin, tetapi juga seluruh dunia. Lahir dan tumbuh sebagai orang Palestina yang terjajah Israel, Izzeldin tak pernah menaruh dendam. Dokter ahli kandungan ini bahkan bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit di Israel, dihormati para koleganya, baik orang Israel maupun Palestina. Dengan tulus, dia merawat semua pasien, baik orang Palestina maupun Israel. Banyak wanita Israel memercayakan kelahiran bayi mereka padanya. Namun kemudian, pihak militer Israel mengebom rumahnya. Izzeldin, yang baru saja berduka akibat kematian sang istri, harus kehilangan tiga putrinya. Mampukah Izzeldin tetap percaya pada kemungkinan perdamaian kedua bangsa yang selama ini dia perjuangkan? Setelah putri-putrinya sendiri menjadi korban perang, mampukah dia mengalahkan duka, amarah, dan dendam untuk terus menapak di jalan perdamaian? “Dokter Abuelaish menunjukkan keteladanan luar biasa, dengan kemampuan memaafkan dan semangat rekonsiliasi yang bisa menjadi landasan perdamaian ….” —Jimmy Carter, penerima Nobel Perdamaian