Islam, Kemodernan, Dan Keindonesiaan
; Agus Edi Santoso
Tersedia di:
Deskripsi
Banyak sekali tokoh-tokoh agama kita yang sangat alergi dengan modernisasi karena dipelopori oleh orang-orang Barat. Cak Nur, dalam buku tersebut, membedakan kemodrenan dengan budaya yang datang dari Barat (Westenisasi). Baginya, kemodernan itu sesuatu yang harus diterima karena dia tidak bertentangan dengan Islam. Kemodernan adalah suatu kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, di mana apabila kemajuan ini dapat dekelola dengan baik, maka manusia akan dapat menjalankan dengan mudah pekerjaannya untuk kebaikan-kebaikan, kesejahteraan dan mewujudkan peradaban, tentunya Islam sudah pernah melewatinya. Sedangkan westernisasi, harus ditolak, karena ini usaha-usaha orang-orang Barat supaya bangsa Indonesia mengikuti budaya-budaya mereka yang rusak. Upaya-upaya westernisasi ini mereka (bangsa Barat) lakukan dengan berbagai cara. Tokoh pemikir Muslim modernis ini (Cak Nur) berpendapat bahwa Islam harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan modernistik. Islam jangan hanya ditempatkan pada acara-acara pernikahan, pemakaman, apalagi yang mistik-mistik. Keyakinan Cak Nur yang paling mendalam adalah bahwa sebenarnya Islam adalah agama kemanusiaan dan juga agama yang positif terhadap ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tentunya, Islam yang dimaksudnya dalah Islam yang terbuka, supaya dapat memainkan peranannya dalam dunia dewasa ini. Terbuka bagi realitas sosial, realitas nasional, dan realitas global. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan adalah buku antologi yang ditulis dalam rentang waktu tak kurang sekitar dua dasawarsa, yang memuat pikiran-pikirannya tentang sekularisasi, kemodernan, keislaman dalam konteks nasional (Indonesia). Seperti yang dikatakannya dalam kata pengantarnya, tentang apa faedah membaca buku ini, sudah tentu terserah kepada para pembacanya sendiri. Jika harus menyebut suatu faedah, barangkali yang cukup penting ialah penarikan pelajaran dari suatu proses pertumbuhan pemikiran. Dalam buku ini juga ada tulisan-tulisan yang mungkin terasa bernilai romantis belaka, malah naif, tapi tentunya ada juga cukup serius. Sudah jelas ia mustahil lepas sama sekali dari kesalahan, namun barangkali masih ada sesuatu yang mengarah kepada yang benar dan bermanfaat. Kiranya supaya kita tidak salah memahami pemikiran-pemikiran Cak Nur, alangkah baiknya kita membaca tulisan-tulisannya, seperti dalam buku ini. Setelah itu, sepakat atau tidak sepakat dengan isi tulisan, tentunya kita harus menawarkan solusi lain atau pemikiran yang benar, kemudian memperbaiki pemikiran Cak Nur yang menurut kita salah. Terkait tentang sekularisme dan sekularisasi, yang heboh dibicarakan sekarang ini, sedikit-banyak buku ini dapat menjawab persoalan-persoalan tersebut. Untuk itu, buku ini sangat perlu untuk dimiliki oleh setiap akademisi, pengamat sosial-politik, para praktisi dan juga para mahasiswa-mahasiswa Indonesia.