Jalan Cahaya
Hendy Kiawan ; Anastasia Aemilia (editor)
Tersedia di:
Deskripsi
Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga (Mat 19: 12). Seorang lelaki tua tampak duduk di kursi roda. Dengan saksama, ia memperhatikan para saudaranya mengikrarkan prasetya. Benaknya memutar waktu. Ia kembali merasakan ketika peristiwa itu dialaminya sendiri sewaktu muda. Berpuluh-puluh tahun lalu, Margo Sunaryo telah menyerahkan diri sepenuhnya. Ia menggulati hidup sebagai anggota Kongregasi Para Bruder Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda. Ia bertekad pada janji setia dalam kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan. Ia memberanikan diri melawan kodrat sebagai laki-laki pada normalnya. Ungkapan kaul membuat para lelaki itu terlahir kembali dalam Roh. Pesona hidupnya bersinar dalam pelukan jubah serta kepenuhan cinta. Mereka siap merawat panggilan melalui hidup doa, karya kerasulan, dan kebersamaan dalam persaudaraan. Seperti itu pula cerminan hidup Margo Sunaryo. Walau banyak orang menganggap jalan yang ditempuh Margo di luar kewajaran, ia menggulati setiap kisahnya penuh kebahagiaan. Tingkahnya kocak, nyentrik, penuh lelucon, namun dari sana mengalir refleksi yang melahirkan kemendalaman makna. Termasuk soal kemerdekaan, mimpi terdalam, pergulatan melajang seumur hidup, keutuhan manusiawi, hingga mempersiapkan maut yang tak terelakkan. JALAN CAHAYA merupakan ruang tengah di antara penyucian dan kesatuan Ilahi. Margo Sunaryo berjuang menghayati kekudusan lewat selera humornya yang tinggi. Hingga akhirnya, ia menemukan seumur hidupnya menjadi persembahan