Konversi hak atas tanah barat
Sihombing, B.F. ; Irfan Fahmi (desain sampul) ; Boss Man (tata letak) ; laily KIm (Tata Letak)
Tersedia di:
Deskripsi
bibliografi : halaman 95-96 ; Cetakan 1, Juli 2021 ; Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 60 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), maka banyak perubahan yang terjadi dalam ketentuan hak-hak atas tanah. Salah satunya adalah diadakan konversi hak atas tanah oleh pemerintah. Penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum lama, yaitu: hak-hak tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum adat untuk masuk ke dalam sistem hak-hak tanah menurut ketentuan UUPA. Yang menjadi pokok dilaksanakannya konversi dalam hukum agraria nasional, adalah hak-hak atas tanah yang dikenal sebelum berlakunya UUPA tidak sesuai dengan jiwa falsafah negara Pancasila dan UUD Tahun 1945. Hukum agraria kolonial bersifat dualistis, yakni di samping berlakunya peraturan yang berasal dari hukum agraria, berlaku pula hukum agraria berdasarkan hukum perdata barat, dengan demikian terdapat tanah-tanah dengan hak-hak barat dan tanah-tanah hak adat Indonesia. Buku ini menekankan telah berakhirnya hak-hak atas tanah barat pada zaman penjajahan Belanda, dan menghidupkan pengakuan hak-hak atas tanah adat di Indonesia. Penulis menekankan bahwa sejak lahir UUPA, Pemerintah Republik Indonesia sudah mengenal jenis hak-hak atas tanah, ada kepastian hukum, serta ada surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian. Selanjutnya, yang menarik dalam buku ini, penulis menguraikan dan menjelaskan awal proses lahirnya Sertipikat hak atas tanah di Indonesia. Peraturan ini esensinya melakukan pendaftaran tanah hak-hak barat untuk diterbitkan Sertipikat.