Di simpang jalan pilihan atau jawaban : sebuah autobiografi
Sri Mahendra Satria Wirawan ; Wulansari Apriani (editor bahasa) ; Sri Mahendra Satria Wirawan (desain sampul dan tata letak)
Tersedia di:
Deskripsi
buku ini bisa menjadi sebuah lentera ketika dalam kegelapan, sebuah tongkat ketika sulit berjalan, sebuah peluit ketika tersesat, serta apa pun yang dapat membantu kita untuk bangkit dari sebuah persoalan. Selamat membaca. Sri Mahendra Satria Wirawan 7 ANAK JAKARTA DARI PONOROGO 8 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Sri Mahendra Satria Wirawan 9 PERJALANAN HIJRAH “Sebuah kebahagiaan perjalanan seorang guru dengan muridnya” ari desa kecil di Ponorogo, sebuah kabupaten yang sangat terkenal dengan Warok dan Reognya, 31 Agustus tahun 1937 lahir anak ke delapan dari duabelas bersaudara, yang diberi nama Gunawan Wirohandoyo oleh orangtuanya, Bapak Miswadi dan Ibu Koesmiadi dari Dukuh Glendoh, Desa Ngasinan, Jetis, Kabupaten Ponorogo. Bapak Miswadi adalah seorang yang dikenal sebagai Mantri Guru atau Penilik Sekolah di Kecamatan Jetis. Gunawan menghabiskan masa kecilnya dengan bersekolah SD dan SMP di Jetis. Selanjutnya, Gunawan melanjutkan SMA hingga menyelesaikan sarjana mudanya di Solo. Setelah menamatkan Sarjana Muda, Gunawan Muda kembali ke Ponorogo dan mengajar pada salah satu SMA Negeri di sana. D 10 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Sebagai seorang Guru Muda, Gunawan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan simpatik, sehingga disegani dan disenangi oleh anak didiknya, siswa SMA Negeri Ponorogo. Adalah seoarang gadis cantik yang bernama Rasmini putri pertama dari Bapak Soekemi Darmomartoyo dan Ibu Monirah yang lahir pada tanggal 5 September 1946 di Banyudono, Kabupaten Ponorogo. Rasmini tumbuh dan besar di Kota Ponorogo, hingga bersekolah di SMA Ponorogo tempat di mana Gunawan Wirohandoyo adalah salah satu gurunya. Selama tiga tahun sekolah di SMA, rupanya gadis Rasmini yang cantik sangat menjadi perhatian Pak Guru Gunawan. Tanpa menunggu lama, setelah Rasmini menamatkan pendidikan di SMA, Gunawan segera meminta orangtuanya melamarkan Rasmini untuk dapat menjadi istrinya. Keduanya menikah di Ponorogo pada tahun 1964, dan untuk memperbaiki kehidupan serta mencoba mengadu nasib, mereka berdua sepakat hijrah ke Jakarta dan tinggal di sebuah kontrakan sederhana di daerah Kebon Sri Mahendra Satria Wirawan 11 Pala dekat dengan Kawasan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Bapak Gunawan Wirohandoyo dan Ibu Rasmini Dalam waktu yang tidak terlalu lama Gunawan Muda diterima kerja di sebuah perusahaan negara bernama PN Kerta Niaga. Kesempatan melanjutkan pendidikan juga didapatkan Gunawan, sehingga dapat menjadi seorang sarjana dari Lembaga Administrasi Negara. 12 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Dari rahim seorang perempuan yang bernama Ibu Rasmini, pada hari rabu tanggal 17 Februari tahun 1965 dilahirkanlah seorang anak laki-laki yang kemudian oleh ayahnya, Bapak Gunawan Wirohandoyo, diberi nama Sri Mahendra Satria Wirawan dan dipanggil dengan nama kesayangan Wawan. Dengan bantuan seorang bidan, pasangan suami istri yang tinggal di rumah kontrakan di daerah sekitar Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Pasar Rebo itu, dikaruniai seorang anak yang sehat walafiat dengan panggilan sayang Wawan. Tentu saja ini menjadi suatu kebahagiaan yang tidak dapat dilukiskan oleh keluarga kecil ini. Wawan Kecil tumbuh dengan bimbingan Bapak Gunawan dan Ibu Rasmini. Seiring berjalannya waktu, dengan limpahan rezeki dan keberkahan Allah SWT, pasangan ini bisa membeli sebidang tanah dan mendirikan rumah sederhana untuk ditempati di Kelurahan Kramat Jati, Kecamatan Pasar Rebo, tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal yang dikontrak sebelumnya, yang hingga saat ini, selama lebih dari setengah abad, masih digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpulnya Keluarga Besar Gunawan Wirohandoyo. Sri Mahendra Satria Wirawan 13 Tujuh bulan setelah Wawan Kecil lahir, pada bulan September 1965, terjadi sebuah peristiwa yang mengagetkan seluruh rakyat, bangsa, dan negara Indonesia, yaitu Gerakan Tiga Puluh September dengan dalang Partai Komunis Indonesia yang terjadi di Lubang Buaya, tidak terlalu jauh, masih dekat dengan Kawasan Halim Perdana Kusuma, yang juga dikenal sebagai G30S/PKI. Dalam tragedi itu, tujuh orang Jenderal diculik, disiksa, dibunuh dan jenazahnya dibuang dalam sebuah sumur kecil di daerah Lubang Buaya. Sungguh sebuah pelajaran sejarah bangsa yang memilukan. Kebahagiaan keduanya bertambah dengan kelahiran anak kedua pada tanggal 31 Oktober 1968, seorang anak laki-laki yang diberi nama Bagus Sarwodamono yang disapa dengan Wawo. Pada tanggal 29 Desember 1970, kebahagiaan Bapak Gunawan dan Ibu Rasmini kembali tercurahkan dengan lahirnya anak ketiga, seorang anak perempuan yang diberi nama Niken Riristyastuti. 14 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Wawan Kecil bercelana pendek bersama seorang teman, Anto Sri Mahendra Satria Wirawan 15 SEJENAK ASUHAN IBU “Ibu di keabadian” anpa dirasakan karena kebahagiaan mengasuh dua putra, gangguan pada fungsi ginjalnya makin memburuk. Kondisi itu terus berlangsung dan pada awal tahun 1974 Ibu Rasmini tidak bisa menghindar lagi dan harus menjalani hemodialisis atau yang sering disebut orang dengan cuci darah. Berpindah pindah menjalani perawatan dari Rumah Sakit satu ke Rumah Sakit lainnya, akhirnya Ibu Rasmini dirawat di Rumah Sakit PGI Cikini. Saat Wawan Kecil berusia 9 tahun dan baru menduduki bangku kelas 4 SD, karena sayangnya Allah SWT kepada Ibu Rasmini, tepatnya pada tanggal 13 Mei 1974, Ibu Rasmini pergi mengadap Sang Khaliq, karena penyakit gagal ginjal yang dideritanya sejak beberapa tahun terakhir. Ibu yang selama ini membimbing dengan penuh kasih sayang, menemani belajar membaca, menulis, berhitung dan mengerjakan pekerjaan sekolah dengan penuh kesabaran dan perhatian, kini telah berpulang. Makam keluarga Bapak Gunawan di Dusun T 16 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Glendoh, Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Ponorogo menjadi peristirahatan terakhir Ibu Rasmini. Sugeng tindak Ibu Rasmini. Ibu Rasmini Gunawan Sri Mahendra Satria Wirawan 17 BAPAKKU SENIMAN “Eksportir dan Maestro Pengrawit Rebab Bapak Gunawan Wirohandoyo” elama bersekolah di Solo, Bapak Gunawan Wirohandoyo yang ternyata memiliki darah seni, mempelajari seni Karawitan Jawa, terutama penguasaan alat musik gesek Jawa yang bernama rebab, sehingga jadilah Bapak Gunawan sebagai seorang pemain rebab yang sangat piawai. Kemampuan seninya terus beliau asah dengan selalu membangun jejaring antar seniman Jawa dan mengikuti kegiatan seni secara terus menerus. Sejak hijrah dan tinggal di Jakarta, kemampuan seninya terus berkembang. Pada tahun 1970-an beliau bergabung sebagai Pengrawit di perkumpulan seni Ketoprak Jawa Seroja Budaya, yang pada saat itu beberapa kali diberikan kesempatan untuk tampil berpentas di Televisi Republik Indonesia atau dikenal dengan TVRI. Tidak sampai di situ, di sela-sela tugasnya sebagai seorang eksportir di PT. Kerta Niaga yang terus S 18 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN menanjak, Bapak Gunawan terus mengembangkan bakat seni karawitannya. Sedikit-sedikit alat musik karawitan dikumpulkan, hingga akhirnya lengkaplah seluruh peralatan yang diperlukan untuk sebuah kelompok Karawitan Jawa. Dengan bermodalkan seperangkat alat musik karawitan lengkap, Pada tahun 1980-an Bapak Gunawan membentuk perkumpulan karawitan yang diberi nama Karawitan Wirandaru. Pentas demi pentas dipagelarkan, baik pada acara perkawinan, maupun peringatan berbagai hari besar maupun pentas seni lainnya, termasuk mengadakan perhelatan pergelaran pentas wayang kulit yang diiringi oleh Karawitan Wirandaru di bawah pimpinan Bapak Gunawan. Tercatat dalang terkenal yang pernah berkolaborasi seperti Ki Dalang Anom Suroto dan Ki Dalang Manteb Sudarsono. Bapak Gunawan juga tercatat sebagai Pengrawit Karawitan Jawa Radio Republik Indonesia atau RRI Jakarta. Berbagai alat musik selain rebab juga dikuasai, seperti gender, kendang, dan lainnya. Sri Mahendra Satria Wirawan 19 Bapak Gunawan Wirohandoyo, Eksportir PT. Kerta Niaga Bapak Gunawan juga selalu membawa serta Pentas Kesenian Jawa ketika bertugas ke mancanegara. Berkolaborasi dengan maestro tari di Indonesia, Sampan Hismanto, Bapak Gunawan juga telah mementaskan kesenian Jawa di berbagai negara di Eropa. Kesempatan 20 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN itu tentunya juga pernah diikuti oleh Wawan remaja yang mendapatkan kesempatan pentas seni Jawa dan Bali di berbagai kota di negara Belanda, Inggris, maupun Jerman Barat. Seiring dengan berakhirnya karir sebagai Eksportir di PT. Kerta Niaga, sejak tahun 1990-an, Perkumpulan Karawitan Wirandaru perlahan-lahan juga mulai berkurang aktivitasnya, mengingat perkumpulan seni adalah sebuah lembaga yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Selepas pensiun dari PT. Kerta Niaga, Bapak Gunawan membubarkan Perkumpulan Karawitan Wirandaru, dan agar tetap dapat menyalurkan bakat seninya, Bapak Gunawan bergabung dengan Perkumpulan Karawitan lain yang masih ada. Walaupun tidak lagi memiliki perkumpulan seni, Bapak Gunawan tetap konsisten untuk terus berkesenian hingga akhirnya karena alasan kesehatan, meski tidak berhenti total, beliau mulai mengurangi aktivitasnya sebagai seniman hingga akhir hayatnya. Sri Mahendra Satria Wirawan 21 Bapak Gunawan Wirohandoyo, Maestro Pengrawit Rebab Setelah berjuang selama beberapa bulan dan dirawat di beberapa rumah sakit karena gangguan fungsi levernya, pada tanggal 1 Januari tahun 2012 Bapak Gunawan Wirohandoyo berpulang pada usia 74 tahun. Dunia kesenian Jawa telah kehilangan seorang Maestro Rebab yang selama hidupnya mengabdikan diri pada perkembangan kesenian Jawa, dan kami semua tentu saja juga merasa kehilangan seorang imam pemimpin keluarga yang telah mempertaruhkan seluruh tenaga 22 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN dan pikiran untuk keluarganya. Bapak Gunawan dimakamkan di desa kelahirannya, di Pesarean Glendoh, Ngasinan, Jetis, Ponorogo, berdampingan dengan makam Ibu Rasmini yang telah lebih dulu pergi menghadap Sang Khaliq. Selamat beristirahat Maestro Pengrawit Rebab, Bapak Gunawan Wirohandoyo. Selepas mengantar Bapak Gunawan Wirohandoyo Ke peristirahatannya yang terakhir, Mama, anak-anak dan menantu berdiri kiri ke kanan: Bambang, Wawo, Wawan, Daru, Anom, Bram, Nanu Duduk kiri ke kanan: Niken, Leni, Tary, Mama Kanti, Anggi, Tya, Vina Sri Mahendra Satria Wirawan 23 KEHADIRAN MAMA “Terima kasih Mama Kanti yang telah merawat kami semua, mendampingi Bapak Gunawan hingga akhir hayatnya serta memberikan warna keceriaan pada perjalanan hidup ini” embesarkan tiga orang anak yang masih kecil tentu saja menjadi tugas yang tidak ringan bagi Bapak Gunawan. Dengan penuh kesabaran Bapak merawat tiga orang anaknya, hingga pada tahun 1975 Bapak menikahi Ibu Kanti Suhestuti yang juga merupakan adik kandung Ibu Rasmini. Kehidupan keluarga Bapak Gunawan dan Ibu Kanti berjalan dengan bahagia hingga pada tanggal 15 Mei tahun 1976 dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Anom Rukmarata. Tidak berselang lama, pada tanggal 28 Desember 1977 lahir anak kedua yang juga laki-laki dan diberi nama Wirya Bramastra. Kebahagiaan keluarga ini semakin bertambah dengan lahirnya anak laki-laki ketiga pada tanggal 31 Desember 1979, Wirandaru Harimurti.Tidak sampai di sini kebahagiaan keluarga Bapak Gunawan, pada tanggal 21 M 24 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Juli 1981 lahir putra keempat yang diberi nama Bangun Wiratsangka. Bapak Gunawan dan Mama Kanti pada sebuah kesempatan perjalanan ke Eropa Sejak saat itu keluarga Bapak Gunawan Wirohandoyo menjadi keluarga besar dengan tujuh orang anak, enam orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada, Mama Kanti adalah seorang Ibu yang sangat tangguh, sehingga di tengah-tengah kesibukan mengasuh tujuh orang anak, beliau berhasil menghantarkan Wawan muda menjadi seorang sarjana teknik sipil dan seluruh anak-anak untuk mengejar cita-citanya. Sri Mahendra Satria Wirawan 25 Telaga Sarangan, Jawa Tengah Belakang: Bapak Gunawan, Mama Kanti Tengah: Niken, Wawan, Wawo Depan: Anom, Bram, Daru Keluarga besar Gunawan Wirohandoyo 26 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Sri Mahendra Satria Wirawan 27 LANGKAH PANJANG BELAJAR 28 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN Sri Mahendra Satria Wirawan 29 TK DARMA BHAKTI “Terima kasihku buat Ibu Kesi yang telah membimbing dan mengajak bermain selama di Taman Kanak-Kanak Darma Bhakti” awan Kecil terus tumbuh tanpa terasa hingga pada pada tahun 1970 masuk Taman Kanak-Kanak. Namanya, TK Darma Bhakti di Komplek KODIM 0505 Cililitan. Seperti kebanyakan anak-anak yang lain, Wawan Kecil mulai belajar bersosialisasi dengan teman dan guru. Ada pengalaman yang menarik ketika di awal masuk Taman Kanak Kanak. Setiap hari harus diantar dan ditunggu sejak datang hingga pulang. Karena Wawan Kecil adalalah cucu pertama dari pihak Ibu, maka dengan antusias Mbah Kakung Soekemi datang dari Ponorogo untuk membantu mengantar dan menunggu setiap hari. Rupanya kejenuhan dan rasa penat atau bahkan upaya untuk menumbuhkan kepercayaan diri Wawan Kecil, setelah pembelajaran dimulai Mbah Kakung pulang ke rumah dan tidak menunggu di W 30 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN sekolah. Untuk antisipasi agar Wawan Kecil tidak mencari, peci Mbah Kakung diletakkan di gagang sapu dan ditempelkan ke jendela kelas, sehingga jika dilihat dari dalam terlihat seperti Mbah Kakung sedang duduk. Sebuah ide yang cerdik, hingga suatu hari ketika Wawan Kecil keluar untuk izin ke belakang, ternyata melihat bahwa peci yang terlihat adalah peci Mbah Kakung yang diletakkan di atas gagang sapu. Sejak saat itu Wawan Kecil mewajibkan Mbah Kakung berdiri dan menampakkan wajahnya di jendela. Senjata makan tuan rupanya. Wawan Kecil Bersama adik, Wawo Sri Mahendra Satria Wirawan 31 Selama belajar dan bermain di TK Darma Bhakti, kita semua dibimbing oleh Ibu Guru yang sangat sabar dan keibuan, namanya Ibu Kesi. Selama setahun Wawan Kecil berinteraksi bersama, senang rasanya bisa bersama-sama bermain dengan teman-teman. 32 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN SD KEBON PALA PAGI “Apresiasi dan terima kasih kepada Kepala Sekolah dan para Guru SD Kebon Pala I Pagi, yang telah memberikan pondasi nilai dasar kehidupanku” ada tahun 1971, Wawan Kecil mulai sekolah di Sekolah Dasar, SD Negeri Kebon Pala I Pagi di kawasan Lapangan Udara AURI Halim Perdana Kusuma. Tidak lama kemudian, karena adanya perluasan pembangunan Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma sebagai persiapan untuk pemanfaatan Lapangan Udara AURI Halim Perdana Kusuma menjadi Bandar Udara Sipil, SD Kebon Pala I Pagi dipindahkan di kawasan Cipinang Asem pada tahun 1973. Pada tahun 1975 saat duduk di bangku SD, telah diresmikan proyek besar sebagai obyek wisata budaya yang ditujukan untuk melestarikan dan mempromosikan keanekaragaman budaya Indonesia dalam sebuah miniatur Budaya Indonesia yang diberi nama Taman Mini Indonesia Indah yang berlokasi di Jakarta Timur. P Sri Mahendra Satria Wirawan 33 Di bawah bimbingan Bapak dan Ibu Guru SD Kebon Pala I Pagi yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Bapak Narta, Wawan Kecil dapat menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1976. Wawan Kecil ketika lulus Sekolah Dasar 34 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN SMP NEGERI 50 “Terima kasihku untuk Kepala Sekolah serta seluruh Guru SMP Negeri 50 atas dedikasinya mendidik dan mengajarku dengan penuh keikhlasan” etelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya, tahun 1977 Wawan Kecil memulai pendidikan menengahnya di SMP Negeri 50 yang berlokasi di Komplek KODIM 0505 Cililitan. Ada rasa berbeda ketika melanjutkan sekolah dari SD ke SMP. Waktu di SD satu kelas diampu oleh seorang guru untuk seluruh mata pelajaran, sementara di SMP, masing-masing pelajaran mempunyai guru yang berbeda. Ketika menjalani pendidikan di SMP, tercatat sebuah agenda besar, yaitu diresmikannya penggunaan jalan tol perama di Indonesia yang diberi nama dengan Jalan Tol Jakarta - Bogor - Ciawi atau yang disingkat dengan Jalan Tol Jagorawi pada tahun 1978, yang melintas tidak jauh dari lokasi SMP Negeri 50. S Sri Mahendra Satria Wirawan 35 Pada tahun 1979 terjadi perubahan kebijakan tahun ajaran sekolah yang awalnya dimulai bulan Januari hingga Desember tahun yang sama, menjadi bulan Juli tahun berjalan hingga bulan Juni tahun berikutya. Sebagai konsekuensi pendidikan SMP yang dijalani Wawan Kecil pada saat itu, menjadi diperpanjang enam bulan sehingga baru bisa lulus SMP pada bulan Juni tahun 1980. Wawan Kecil ketika lulus Sekolah Menengah Pertama 36 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN SMA NEGERI 14 “Terima kasih untuk Kepala Sekolah dan para Guru SMA Negeri 14 yang telah mempersiapkan dan mengantarkanku ke jenjang pendidikan tinggi” awan Kecil saat itu sudah menjadi Wawan Remaja yang mengikuti pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 14 Cililitan, sebagai salah satu SMA favorit di Jakarta Timur. Mengenyam pendidikan menengah atas jurusan IPA di SMA Negeri 14, rasanya sama-sama dengan remaja kebanyakan lainnya yang seusia. Pada saat ini Wawan Remaja mulai mengenal bimbingan belajar, yang saat itu mulai menjadi pilihan bagi siswa SMA, karena harus mempersiapkan diri untuk berkompetisi dalam memperebutkan kursi untuk menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri. Dinamika dalam kehidupan remaja juga dialami oleh Wawan yang pada saat itu adalah seorang remaja dengan segala romantikanya. Pendidikan SMA ditempuh sejak terdaftar W Sri Mahendra Satria Wirawan 37 sebagai siswa tahun 1980 hingga tamat pada pertengahan tahun 1983. Wawan Remaja Ketika lulus Sekolah Menengah Atas 38 Di Simpang Jalan - PILIHAN ATAU JAWABAN UNIVERSITAS TRISAKTI “Menjadi sarjana bukan sebuah akhir dari proses pendidikan, tetapi awal dari proses pendidikan tinggi selanjutnya” arena selama ini sekolah di sekolah negeri, selepas menempuh pendidikan SMA, Wawan Remaja yang sudah menjadi Wawan Muda bersama dengan ribuan remaja lulusan SMA lainnya mengais keberuntungan untuk dapat diterima juga sebagai mahasiswa perguruan tinggi negeri. Pada tahun 1983 seleksi masuk perguruan tinggi negeri dikenal dengan Proyek Perintis yang dibagi menjadi Proyek Perintis 1 hingga 4. Proyek Perintis 1 adalah seleksi melalui tes masuk sepuluh perguruan tinggi negeri yang memiliki reputasi sangat baik, yaitu UI, IPB, UNPAD, ITB, UGM, UNDIP, UNAIR, ITS, UNIBRAW dan USU. Kemudian Proyek Perintis 2 adalah seleksi masuk perguruan tinggi negeri, yaitu IPB, UI, ITB, dan UGM tanpa tes, tetapi berdasarkan nilai raport selama mengikuti pendidikan di SMA. Selanjutnya adalah Proyek Perintis 3 sebagai tes masuk perguruan tinggi negeri yang memiliki reputasi baik lainnya di K Sri Mahendra Satria Wirawan 39 seluruh Indonesia selain perguruan tinggi negeri yang ada pada Proyek Perintis 1. Sedangkan Proyek Perintis 4 adalah tes masuk perguruan tinggi negeri pendidikan atau yang lebih dikenal dengan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri. Pada saat itu setiap lulusan SMA boleh mengikuti seluruh jalur seleksi, sehingga Wawan Muda bisa mengikuti tes pada seluruh jalur seleksi Proyek Perintis 1, 2, 3 dan 4. Pada Proyek Perintis 1 Wawan Muda memilih pilihan pertama jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UI dan pilihan kedua di Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI. Namun yang diterima adalah pilihan kedua di Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI. Kesempatan untuk mengikuti Proyek Perintis 2 diambil untuk bisa masuk ke Fakultas Pertanian IPB, namun karena persaingan yang ketat, Wawan Muda tidak beruntung mendapatkannya. Tidak sampai di situ, karena masih ada kesempatan, jalur Proyek Perintis 3 juga dicoba oleh Wawan Muda untuk mendaftar sebagai mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UNS Solo. Namun ternyata kesempatan ini juga tidak didapatkan. Harapan terakhir ada di Proyek Perintis 4. Di sini Wawan Muda mendaftar dan diterima