Sastrawan Bali, Ngurah Parsua, terus menulis puisi samai pada titik di mana ia menemukan batasan bahwa pada puisi diperlukan dialog dari jiwa ke jiwa, membangun harapan hidup. Dalam puisi "Potret Pohon Air Mata", penyair melukiskan suasana paradoks, yang belum memberikan harapan. Dengan diksi yang juga berwatak paradoks dalam susunannya, ia menunjukkan cara-cara yang khas.