Dinamika implementasi putusan mahkamah konstitusi : polemik penentuan ibu kota kabupaten maybrat
Luthfi widagdo (Pengarang) ; Alboin Pasaribu (Pengarang) ; Alboin Pasaribu (Pengarang) ; Mery Christian Putri (Pengarang) ; Munafrizal Manan (Pengarang) ; Raymond Michael Menot (Pengarang) ; Yayat Sri Hayati (Penyunting)
Tersedia di:
Deskripsi
Salah satu hal yang mendasar dari setiap putusan Mahkamah Konstitusi adalah terkait implementasi putusannya. Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi bukanlah institusi yang memiliki aparatus untuk memastikan penerapan putusannya. Mahkamah hanyalah memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara konstitusional yang menjadi kewenangan atau kewajibannya berdasarkan konstitusi. Salah satu perkara yang menjadi polemik berkepanjangan dan terkait dengan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi adalah penentuan Ibukota Kabupaten Maybrat. Berdasarkan ketentuanPasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pem-bentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat (UU13/2009), Ibukota Kabupaten Maybrat berkedudukan diKumurkek Distrik Aifat. Namun, didalam Putusan MK Nomor 66/PUU-XI/2013, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan bahwa Ibukota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Ayamaru. Terjadi penolakan terhadap putusan ini yang mengakibatkan kerusuhan fisik di Kabupaten Maybrat sampai akhirnya diselesaikan yang menciptakan polemik hukum lain, yaitu keluarnya peraturan pemerintah yang menegasikan putusan MK. Polemik tersebutlah yang dikaji dalam buku ini. Isi dari buku ini tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teknis pelaksanaan putusan, akan tetapi terkait dengan sosial kultural dan satu kajian lain yang juga ‘sangat menarik yaitu departementalisme yang jarang diteliti.