JAKLITERA sudah ada versi mobile lho! Unduh
Pinjam buku ini
Pelacur, politik, dan he he he

Pelacur, politik, dan he he he

Tandi Skober (Pengarang) ; Syafruddin Azhar (Penyunting) ; Koesnan Hoesie (Ilustrator)

Edisi Cetakan pertama
Penerbit Jakarta : Kakilangit Kencana, 2009
Deskripsi Fisik vi, 558 Halaman : Ilustrasi ; 12.5 x 20 cm.
ISBN 978602856224
Subjek Fiksi Indonesia
Bahasa Indonesia
Call Number 813 TAN p

Tersedia di:

Perpustakaan Jakarta - PDS HB Jassin
Dapat dipinjam: 1

Deskripsi

Matahari menari di gemerlap emas Monas manise. Konon, itu simbol bola mata Indonesia. Dari runcing kuning yang menancap di langit-langi pucat Jakarta; banyak cerita terlahir dari lelehan ejakulasinya. Tiap kali, gemuruh rangkaian gerbong sepur memecah ruang mangmung sekitar Monas; selalu saja ada firasat terselip di dalamnya. “Siapa lagi yang akan menari di belantara politik Indonesia?” Mega mendung memang selalu memayungi Istana Negara. Selalu bermula dari ejakulasi emas Monas manise. Seperti pagi ini, ketika mega gagap menyergap Jakarta, lihatlah awan mendung itu bergerak memutari ribuan hari yang tidak pernah dicatat dalam album sejarah Indonesia. Awan mendung itu menjadi miliaran tetesan lendir yang jatuh satu demi satu. Jakarta menampungnya dalam mangkuk porselin halus. Dihidangkannya di atas tikar zikir di suatu pekampungan kumuh, pedih, dan menyakitkan! “Siapa yang mencuri mimpi Indonesia, ketika Jakarta menjadi air mata yang mati rasa?” Adakah itu ucapan aneh Sumi? Tidak jelas! Tetapi, dari sini, Sumi menapaki takdirnya. Sumi rasakan tarian ilalang bergerak begitu liar dalam jemari hatinya. Ada gerbong takdir yang meluncur di atas ribuan rel panjang berbelok-belok. “Ke mana gerbong ini diluncurkan? Di stasiun mana takdir Indonesia berganti lakon? Di jendela mana bisa kulihat lintasan nasib lembab Indonesia?” Adakah itu gelisah wajah Sumi? Tak jelas! Yang ada di mata Sumi adalah Jakarta yang terperangkap dalam stagnasi mimpi yang diciptakannya sendiri. Puluhan partai politik ‘bersenggama’ dengan impian aneh. Puluhan partai politik menjilati sisa “lendir kekuasaan” dari selangkangan raksasa bernama Pancasila!

Ulasan

Belum ada ulasan untuk buku ini. Jadilah yang pertama untuk mengulas!