Pelayanan publik dan pemerintahan digital Indonesia
Riris Katharina ((penulis) -) ; Siti Chaerani Dewanti ((penulis) -) ; Dewi Sendhikasari Dharmaningtias ((penulis) -) ; Debora Sanur L. ((penulis) -) ; Robert Na Endi Jaweng ((penulis) -)
Tersedia di:
Deskripsi
Termasuk bibliografi ; Indeks ; Pelayanan publik, sebagai fokus bahasan dalam buku ini, merupakan inti dari seluruh proses berpemerintahan. Bahkan menjadi tanda dari hadirnya negara (state in practice) dalam kehidupan nyata sehari-hari masyarakat. Para penulis buku ini menyasar secara tepat jantung persoalan. Layanan publik adalah produk yang selama ini acap jadi fokus perhatian publik. Para peneliti menyadari bahwa “hidangan” layanan yang baik ataupun buruk tidaklah terlepas dari mutu dapur sebagai tempat hidangan tersebut diracik dan dimasak. Dapur itu adalah manufaktur atau birokrasi dengan segala suprastruktur yang berperan dalam semesta interaksi lingkungan kebijakan hingga ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang dimiliki. Sebagaimana terlihat pada judul buku, fokus pembenahan dapur birokrasi pada elemen infrasruktur kerja mengerucut kepada dukungan platform digital sebagai piranti terbangunnya pemerintahan elektronik. Pilihan ini amat relevan dalam mengatasi hambatan fisikal (sebagaimana terjadi pada layanan konvensional) di masa pandemi Covid-19 ini. Namun, hadirnya pelayanan publik berbasis elektronik (e-service) hingga pengawasan digital dalam kerangka e-government adalah konteks fundamental terkait perkembangan lokal, nasional dan global akan wajah pemerintahan masa depan. Sejumlah tulisan dalam buku ini hadir dalam semangat mendorong perubahan menyeluruh. Selain bertujuan memajukan efisiensi layanan, pemerintahan digital juga diyakini mampu meningkatkan akuntabilitas birokrasi. Tulisan ini mampu mengangkat tantangan di depan. Arena internal (ekosistem digital) masih membutuhkan hadirnya SDM aparatur model baru: e-literasi dan manusia pembelajar; kultur terbuka dan mau untuk diakses dan dikontrol publik; mental silo dan ego sektoral diganti kesediaan berbagai data/informasi (shared culture readiness); siap berjejaring antar-jenjang pemerintah (multilevel networking) dan bekerja sama dengan masyarakat (collaborative governance). Eksosistem internal juga menyangkut politik dan budaya birokrasi itu sendiri. Hadirnya pemimpin perubahan dan memiliki kapasitas manajemen perubahan menjadi kunci. Reformasi birokrasi tidak hadir di ruang kosong, tiada perubahan birokrasi tanpa kepemimpinan politik yang memiliki komitmen dan strategi implementasi yang baik (bureaucracy reform is a political process).