Kedudukan klausula arbitrase pada kasus kepailitan
Mosgan Situmorang (Pengarang) ; Tony Yuri Rahmanto (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Bibliografi : halaman 139-142 ; indeks ; Hukum Arbitrase dan kepailitan itu sendiri pada dasarnya sudah ada sejak lama Pengundangan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, Kepailitan dan PKPU serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah membawa perubahan yang signifikan dalam hal penyelesaian kasus-kasus atau sengketa di bidang perekonomian dan perdagangan. Dengan makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan serta makin banyaknya permasalahan utang-piutang yang timbul dalam dunia usaha yang belum bisa diselesaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, kembali ketentuan tersebut mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diundangkan pada tanggal 18 Oktober 2004. Pada dasarnya kedua baik Undang Undang Kepailitan dan Undang Arbitrase mempunyai peran dan tujuan yang sama untuk mendukung kemajuan perekonomian. Yang menjadi permasalahan adalah dalam kedua Undang Undang tersebut terdapat norma yang saling bertentangan yakni antara pasal 3 Undang-Undang Arbitrase dan pasal 303 Undang Undang Kepailitan Dalam buku ini di uraikan bagaimana kedudukan kalausula arbitrase apabila timbul sengeketa dan akan tetapi salah satu pihak mengajukan kepailitan ke Pengadilan Niaga. Siapakah yang berwenang memeriksa kasus tersebut apakah lembaga arbitrase atau pengadilan Niaga dan bagaimana pendapat Mahkamah Agung dalam hal ini. Dengan diterbitkannya buku ini yang berisi ulasan mengenai sejarah, filosofi, syarat-syarat hukum Arbitrase dan Kepailitan, serta penundaan kewajiban pembayaran hutang diharapkan akan memberikan wawasan baru mengenai hukum Arbitrase dan Kepailitan serta penerapannya di Indonesia khususnya kontradiksi.