

Pantaskah OJK dibubarkan? : lemahnya dasar hukum membuka kemungkinan OJK melampaui batas kewenangan
Hadi Utomo (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
OJK (Otoritas Jasa Keuangan) adalah lembaga independen yang dibentuk negara untuk kebutuhannya sebagai lembaga ekstrastruktural di luar lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif. Dengan kata lain, OJK adalah lembaga yang berada di luar lembaga definitif yang telah ada. Independensi OJK tercermin dari kepemimpinan yang tak dapat diberhentikan kecuali alasan di UU No. 21/2011. Namun, karena tuntutan zaman yang kian rumit, organisasi yang birokratis dan sentralistis belum mampu diandalkan, dan respon atas belum stabilnya sistem pengawasan sektor jasa keuangan serta banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, maka lahirlah OJK yang mempunyai fungsi campuran yang bersifat independen. Lantas kenapa OJK mesti bubar? Apakah karena kewenangan OJK dalam mengatur dan mengawasi sektor keuangan terlalu luas? Apakah karena ingin menutupi kegagalan BI sebagai Bank Sentral dan gagalnya Departemen Keuangan serta Bapepam-LK sebagai lembaga yang mengawasi pasar modal? Atau alasan lain? Pada buku ini, yang menjadi titik penting adalah menyoroti kewenangan OJK. Buku ini lebih fokus lagi pada bahasan kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan. Sedangkan pegawai OJK itu, status pegawainya adalah bukan Pegawai Negeri Sipil. Lalu, apakah personil Polri yang ditugaskan di OJK sebagai penugasan di luar struktur Polri dapat melakukan penyidikan? Dibentuknya POJK 22/2015 merupakan pelaksanaan kewenangan OJK untuk penyidikan terhadap tindakan pidana di jasa keuangan. Padahal tak satu pun di UU No. 21/2011 bahwa perihal penyidikan akan diatur di Peraturan OJK. Landasan hukumnya kurang tepat karena tugas OJK masih memberi pengakuan penyidik POLRI dan PPNS (Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil) yang tidak didasarkan atas UU No. 21/2011 yang memerintahkan OJK membuat peraturan terkait dengan kewenangan melakukan penyidikan pidana di jasa keuangan. Tindakan sewenang-wenang dari penyidik OJK dapat terjadi karena tidak sesuai dengan KUHAP, Pasal 49 ayat (3), Undang-Undang OJK, sama sekali tidak mengkaitkan KUHAP. Bahkan Pasal 49 ayat (3) huruf i mengatakan bahwa PPNS OJK berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lainnya. Artinya, jika tidak dibutuhkan (saat ini malah tidak pernah minta bantuan, mereka menempatkan Polri di situ) maka PPNS OJK dapat melakukan penyidikan tanpa berkoordinasi ataupun meminta bantuan penegak hukum lainnya. Lebih jauh lagi, apakah di dunia ini ada lembaga sekelas OJK yang telah nyata-nyata berhasil? Kewenangan penyidikan yang diberikan kepada lembaga superbody yang hampir tak tersentuh seperti OJK bisa dipakai secara sewenang-wenang. Apalagi tidak semua pelanggaran terhadap UU dalam praktiknya di pasar modal atau di bank pembiayaan pada umumnya harus dilanjutkan ke tahap penyidikan karena justru menghambat perdagangan efek dan mempengaruhi trust terhadap masyarakat luas. Misalnya beberapa bank begitu terdengar sedang diselidiki, bisa-bisa banyak bank berguguran (collapse) karena kepercayaan bank tersebut cepat tergerus luntur lantaran masyarakat menarik dananya dalam sekejap. Kewenangan OJK dalam melakukan penyidikan adalah kewenangan delegasi yang berasal dari adanya UU No. 21/2011 Pasal 1 angka 1, Pasal 49, Pasal 68. Kebebasan yang dimiliki oleh OJK dalam kewenangan penyidikan melekat dalam sifat independensinya dan pada akhirnya menjadikan OJK memiliki kewenangan tanpa batas dalam penyidikan tindak pidana di bidang sektor jasa keuangan. Di mana dalam hal ini sangat memungkinkan akan terjadinya benturan terhadap lembaga independen lain yang juga memiliki tingkat independensi yang sama dengan OJK dengan kewenangan penyidikan pada sektor yang sama pula. Merujuk kepada penerapan lembaga pengawas Otoritas Jasa Keuangan di negara-negara lain, maka pemerintah dapat berkaca pada penerapan JFSA di Jepang dan BaFin di Jerman yang memberikan batasan atau lingkup serta ruang dalam hal kebebasan kewenangan yang dimiliki. Serta mengambil pelajaran dari penerapan FSA di Inggris dan APRA di Australia yang mengalami kegagalan dalam hal penyelenggaraan kewenangan pengawasan jasa keuangan yang bersifat semi independen.
Ulasan
Buku Rekomendasi Lainnya

Aku marah
CRARY, Elizabeth ; C. Emy Setyowati

Aneka Wajah Bumi : Kutub The Poles
SUMADIS R ; Dicky Sutadi

Public Relations Untuk Bisnis
JEFKINS, Frank

Geografi SMP/MTS Kelas VII : seri panduan belajar dan evaluasi
SATU, Vincentius

Pecinan : Suara Hati Sang Wanita Tionghoa
IBRAHIM, Indraswari ; ELWIG PR, A ; ELIS W

Pintar IPS 5B : SD Kelas V
Diki Rajaga ; Tanti Pramita

Tentang Sahabat. "Persahabatan Sejati Lahir dari dalamnya Nurani"
Eidelweis Almira ; A. Latief

Di balik gerbang : Inspirasi dari kisah 7 pedamping diplomat
; Angela Widowati Nugroho ; Lona Hutapea Tanasale ; Myra Junor, ; Syifa Fahmi ; Tyas Santoso ; Utami A, Witjaksono ; Sophie Mou, ; Ika Yuliana Kurniasih

Ensiklopedia Dunia Hewan 2 : Mamalia
Indrawati Gandjar Roosheroe (Pengarang) ; Aswita Ratih Fitriani (Penerjemah) ; Erry Sunarya (Penyunting)

Made dan keempat sahabat karibnya : Made and his four best friends
Suyadi (Pengarang) ; Suyadi (ilustrator) ; Murti Bunanta (editor) ; Ida Bagus Putra Yadnya (penerjemah)

Design your next chapter : how to realize your dreams and reinvent your life
Debbie Travis (Pengarang)

Bobo : the travelling hound
Irma Lengkong Mikkonen (Pengarang) ; Heru Joni Putra (editor) ; Michael Hegarty (editor)

Goodbye, Eri
Tatsuki Fujimoto (Pengarang) ; Amanda Haley (Penerjemah) ; Alexis Kirsch (Penyunting)

Permainan edukatif : Untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak usia dini
Novi Mulyani (Pengarang) ; Nita NM (Penyunting)
