Buku referensi penanganan kelainan kusta pada mata
Yunia Irawati (editor) ; Anna Puspitasari Bani (Pengarang) ; Eliza Miranda (Pengarang) ; Hisar Daniel (Pengarang) ; Gitalisa Andayani (Pengarang) ; Made Susiyanti, (editor) ; Sri Linuwih Menaldi (editor) ; Luh Karunia Wahyuni (editor) ; Lukman Edwar (Pengarang) ; Melani Marissa (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Hingga saat ini, negara kita masih menduduki salah satu peringkat tertinggi penyakit kusta di Dunia. Hal ini tentunya menyebabkan keprihatinan bagi kita semua oleh karena penyakit kusta juga dapat menyebabkan disabilitas pada mata. Berdasarkan klasifikasi WHO, mata termasuk dalam salah penentu derajat keparahan penyakit kusta. PERDAMI sebagai organisasi profesi dokter spesialis mata yang terdiri dari sekitar 3.000 orang dokter mata dari seluruh Indonesia, memiliki tujuan meningkatkan kualitas Kesehatan mata rakyat Indonesia, termasuk pada pasien kusta. Melalui buku ini, PERDAMI berupaya menyusun buku referensi, agar dapat menjawab terbatasnya sumber bacaan mengenai kusta pada mata dan menjadi panduan dalam penatalaksanaanya. Hal ini merupakan bentuk kontribusi PERDAMI sebagai organisasi profesi dalam mendukung program pemerintah khususnya KEMENKES untuk mengeradikasi penyakit kusta di Indonesia. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah kasus baru kusta tertinggi di Asia Tenggara dan ketiga terbanyak di Dunia setelah India dan Brazil. Berdasarkan data WHO Terdapat 11,173 kasus baru pada tahun 2021 dan angka ini cenderung statis setiap tahunnya. Kasus kusta termasuk salah satu prioritas nasional yang perlu ditanggulangi. Hal ini tertuang pada RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.18 Tahun 2020 dengan target eliminasi kusta pada akhir tahun 2024. Pada penyakit kusta yang tidak tertangani dengan baik, dapat terjadi disabilitas pada tangan, kaki dan mata. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga berdampak berat pada psikososial dan ekonomi penderita kusta maupun keluarga. Disabilitas mengakibatkan pasien kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari hari. Tidak jarang pasien kusta kehilangan pekerjaan, stress hingga melakukan percobaan bunuh diri oleh karena stigma yang didapat dari lingkungan. Salah satu indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru kusta secara dini adalah angka cacat tinggi 2. Tahun 2020 berdasarkan data KEMENKES angka cacat tingkat 2 sebesar 2,32 per 1.000.000 penduduk. Disabilitas pada mata dapat terjadi intraokular maupun ekstraokular. Proses kerusakan mata dapat terus berjalan meskipun pengobatan kusta sudah tuntas. Kebutaan yang terjadi dapat memperparah kondisi karena pasien sangat bergantung pada penglihatannya untuk mencegah tangan dan kakinya yang mati rasa mengalami cedera sehingga tidak mengalami “double handicap” (disabilitas ekstremitas dan mata). Risiko kematian pada pasien kusta yang mengalami kebutaan lebih besar 4.8 kali dibandingkan populasi normal di usia yang sama. Dalam upaya mencegah peningkatan angka kebutaan akibat kusta, besar harapan kami Buku Referensi: Penangan Kelainan Kusta pada Mata ini, dapat menjadi sumber bacaan ilmiah dokter spesialis mata dalam tatalaksana berbagai kelainan mata yang dapat timbul akibat kusta. Peran serta dokter spesialis mata diperlukan untuk pencegahan dan penanganan disabilitas akibat kusta.