“Kamu kenapa suka belajar IPA? Tidak asyik tahu,” kata Halwa. “Kamu kenapa suka seni? Apa bagusnya? Gambaranmu juga jelek!” balas Rani. Rani adalah ahli IPA di kelasnya, sedangkan Halwa adalah ahli seni. Mereka berdua bertengkar mendukung bakat mereka masing-masing. Rani, terutama, selalu berpendapat bahwa IPA lebih penting daripada Seni. Suatu hari, seorang profesor dari sebuah universitas mengadakan penyuluhan bertema Seni dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan. Rani dan Halwa jadi pusing dibuatnya. Mereka, kan, hanya ahli dalam salah satu ilmunya. Bagaimana bisa mereka menyatukan IPA dan Seni dalam sebuah karya? Hmmm …. Apakah yang akan dilakukan Rani dan Halwa? Bisakah mereka menemukan titik terang permasalahan mereka? Baca ceritanya di buku ini!