Babad Kula
Ranggana Purwarna (Pengarang) ; Any Alaine (Penyunting)
Tersedia di:
Deskripsi
Tah Nahun 2007, udara di Kota Bandung tahun 2007 masih terasa begitu sejuk. Belum ada kemacetan seperti Bandung di tahun 2021. Dalam waktu 14 tahun, Bandung mengalami banyak perubahan. Tapi yang tetap sama adalah, perasaan saya kepada seorang perempuan bernama Dita Novianti. Kami berdua duduk berhadapan di pelataran rumah. Malam Minggu kesekian yang kami habiskan bersama. Saya baru saja mengajaknya jalan-jalan dan mengantarnya pulang. Sebelum pulang, mengumpulkan keberanian untuk menanyakan satu hal padanya. Pertanyaan yang biasa diajukan seorang pria untuk wanitanya. “Dita, mau nggak nikah sama aku?" Wanita yang merupakan kekasih hati saya tampak merona pipinya. Matanya yang dihiasi bulu mata yang lentik menatap saya tajam. "Kamu beneran mau sama aku?" tanya Dita tidak percaya. Namun pertanyaannya tidak akan menggoyahkan niatan saya untuk melamarnya. Agar memantapkan keputusan berani ini, saya memberi waktu kepadanya untuk mencari jawabannya ketika saya berangkat umroh nanti. Bibi saya mengajak untuk berangkat umroh bersama. Sungguh suatu kesempatan langka bagi saya untuk bisa menjalankan ibadah umroh. Dengan kondisi keluarga saya yang serba pas-pasan, saya merasa bersyukur bisa diajak oleh Bibi berangkat umroh. Dua minggu lagi saya akan menunaikan ibadah umroh dan saat itulah saya akan memantapkan pilihan. Karena tuntutan ekonomi, Angga dan keluarga kecil harus pindah ke kota Ngawi dan menempati sebuah rumah kontrakan yang sudah tidak dihuni tiga tahun lamanya. Tak jarang mereka mendapati bisik-bisik tetangga yang keheranan sekaligus takjub dengan keberanian kami menempati rumah tersebut. Namun, Angga berusaha menepis segala rumor yang beredar. Rupanya, omongan para warga bukan isapan jempol belaka. Di rumah itu, mereka kerap mendapatkan gangguan-gangguan dari makhluk halus, seperti suara anak-anak kecil yang berlari-larian dan sosok kakek yang selalu berdiri di dapur.