Kumpulan cerpen pelepas rindu, teruntuk sang bidadari ayah dan syurga maya
Julinah (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Apa kabar Depati Amir, senyumku menyapa bahagia. Ini kunjunganku yang kedua, setelah sepuluh tahun yang lalu membawa ibu untuk silaturahim acara keluarga. Maklumlah kurang lebih tiga puluh tujuh tahun setelah meninggalkan Bangka, cuma ayah yang sempat pulang ke kampung yang memiliki khas makanan kemplang. Sedangkan ibu hanya mendengar berita lewat surat dan cerita. Ibuku terlalu perasa dalam memahami kondisi keuangan yang ada, saat itu keadaan ekonomi kami memang masih pas-pasan. Bukan berarti pas butuh pas ada, tetapi pas butuh, harus kompas sana situ, urunan keluarga maksudnya. Dan kalau kini aku bisa membawa kakakku, karena tunjangan profesi sertifikasi yang kumiliki cukup untuk berbagi. Jujur, dulu aku cukup perhitungan untuk mengeluarkan isi kocekku, apalagi yang namanya untuk jalan-jalan. Sayang, karena bagiku hanya menghabiskan uang tanpa tujuan, padahal untuk mengumpulkannya sampai mengikatkan ikat pinggang. Tapi putri keduaku, Feipi selalu memberi nasehat, di usiaku yang sudah setengah abad, sebaiknya ada anggaran yang dialokasikan untuk itu. “Mamah akan merasakan lebih fresh bekerja setelah melakukan wisata, cobalah!”, katanya meyakinkanku. Seringkali kata-kata itu dia lontarkan, apalagi saat aku kecewa liat polanya. Tanggal merah selalu jadi incaran, jika jatuhnya di hari Jum’at ada saja tempat atau rencana yang dia buat. Searching geogle sana sini tempat wisata mana yang bisa ia kunjungi. Mungkin kebiasaannya sejak SMA terbawa hingga dewasa. Bersyukur dia bisa diterima di tempat kerja yang cukup bergengsi. Jadi hobinya bisa tersalurkan kembali lewat perjalanan dinas yang dia ikuti.