HATTA : Si Bung yang Jujur dan Sederhana
FIRMANSYAH, Adhe ; KUSUMANINGRATIi, Rose
Tersedia di:
Deskripsi
hlm. 149-154 ; Jika India memiliki Mahatma Gandhi sebagai bapak negarawan yang sederhana, santun, bersahaja bagi rakyatnya, maka Indonesia memiliki Bung Hatta. Sepanjang hidupnya, Bung Hatta berperilaku senantiasa menampilkan sikap yang santun terhadap siapa pun. Baik kawan maupun lawan. Terhadap Bung Karno yang pada masa sebelum kemerdekaan melakukan kerja sama cukup erat namun kemudian mereka tidak dapat bekerja sama secara politik, tetapi sebagai sesama manusia, Bung Hatta masih menghormatinya. Ketika Bung Karno sakit, Bung Hatta menengoknya. Demikian pula sebaliknya. Kesantunan menjadi sikap dalam hidupnya untuk saling menghargai. Saat peringatan kemerdekaan Republik Indonesia tiba, nama tokoh kelahiran 1902 ini ramai dibicarakan. Para wartawan sibuk mewancarai anak cucu keturuannya untuk menanyakan kesan-pesan terhadap sang Proklamator. Sebab jika kita memperbincangkan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak akan pernah lepas dari pembahasan tokoh yang satu ini. Perannya dalam prokalamasi kemerdekaan sangat besar. Keberanian dan keteguhannya mengantarkan dirinya menjadi salah satu tokoh kunci pergerakan bangsa. Keberaniannya nampak ketika ia menandatangani naskah proklamasi, naskah sakti bukti pernyataan kebebasan Indonesia atas kolonialisme bersama Soekarno yang akhirnya dijuluki Dwituggal. Mereka berdua penanggung jawab peralihan kekuasaan dari pemerintahan kolonialisme kepada negara merdeka yang berkesatuan. Banyak kisah tentang Hatta yang menyadarkan kita semua, bahwa Indonesia pernah memiliki seorang pemimpin dan negarawan yang teramat bersahaja. Hal itu terlihat saat Bung Hatta mulai tidak sepaham dengan Bung Karno antara lain menganggap Bung Karno sudah ke-kiri-kirian, terlebih saat Bung Karno mencetuskan ide Nasakom, Bung Hatta yang sudah tidak sepaham lagi dengan Bung Karno memilih mengundurkan diri 1 Desember 1956. Buku ini berbeda dengan buku-buku yang lain. Di dalamnya tidak hanya diceritakan bagaimana perjuangan Bung Hatta merebut kemerdekaan bangsa Indonesia, tetapi juga dijelaskan kisah kehidupan pribadinya. Membaca buku ini, kita disuguhi menu hidangan seorang manusia yang uncorruptable dan sederhana. Banyak teladan yang perlu dicontoh dari Bung Hatta. Dia adalah sosok yang jujur karena tidak pernah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme selama menjadi pejabat negara. Di juga jujur terhadap hati nuraninya. Pada saat yang sama, dia adalah pribadi yang sederhana dan apa adanya. Paahlawan bangsa ini tidak pernah tergoda dengan kekuasaan. Setelah mengundurkan diri dari pemerintahan, dia menjadi warga negara biasa. Beberapa perusahaan menawarinya untuk menjadi komisaris, tetapi dia menolak. Alasannya dia malu dinilai hanya mencari pangkat dan jabatan. Dia juga tidak mau dinilai rakyat seperti orang yang mementingkan diri sendiri dengan tidak mau memperhatikan perkembangan negeri ini. Sikap jujur dan kesederhanaannya juga ditunjukkan dengan menolak kenaikan uang pensiun. Bahkan dia menolak diberi rumah tambahan yang lebih besar karena takut tidak mampu membiayai ongkos perawatan rumah tersebut. Prinsipnya yang kokoh itu kian tampak ketika Bank Dunia menawarkan kedudukan pada Hatta, tetapi dia tak mau menerimanya. Penolakan itu sempat mengecewakan anak-anaknya. Halida anak bungsunya mengatakan bahwa ia ingin kuliah ke luar negeri. Namun keinginannya itu tertunda lantaran penolakan Hatta atas posisi yang ditawarkan Bang Dunia tersebut.