Saudagar baghdad dari betawi
Alwi Shahab ; Irfan Junaidi (editor)
Tersedia di:
Deskripsi
Sebelum RS Cikini seperti yang kita kenal sekarang ada, telah banyak yang mengetahui bahwa sebelumnya adalah kediaman pelukis kondang Raden Saleh. Namun, ternyata rumah tinggal Raden Saleh itu sempat dibeli oleh Sayid Abdullah bin Alwi Alatas, sebelum berpindah tangan ke Yayasan Ratu Belanda Emma, dan selanjutnya menjadi rumah sakit. Cuplikan cerita di atas, adalah sebagian dari kumpulan tulisan Alwi Shahab pada buku ini, setelah sukses dengan bukunya yang berjudul Robin Hood Betawi dan Queen of the East, dan tetap bercerita soal Jakarta tempo doeloe. Alwi Shahab, lahir di Jakarta 31 Agustus 1936, telah menjalani profesi sebagai wartawan selama lebih dari 40 tahun. Karirnya dimulai tahun 1960 sebagai wartawan, kantor berita Arabian Press Board di Jakarta. Sejak Agustus 1963 ia bekerja di Kantor Berita Antara. Berbagai jenis liputan digelutinya saat di Antara, mulai dari reporter kota, kepolisian parlemen, sampai bidang ekonomi. Selama sembilan tahun (1969-1978), anak Betawi kelahiran Kwitang, Jakarta Pusat ini, menjadi wartawan Istana. Sepanjang bertugas sebagai wartawan, Alwi Shahab kerap melakukan liputan di luar negeri. Di antaranya, tahun 1983 ia mengunjungi perbatasan Malaysia-Thailand untuk meliput operasi penumpasan gerakan Komunis oleh tentara Malaysia. Pensiun dari Antara tahun 1993, ia bergabung dengan HU Republika. Koran yang usianya relatif muda ini, tanpa kesulitan Abah Alwi -- begitu ia biasa dipangil oleh rekan-rekan yuniornya -- langsung beradaptasi dengan lingkungan baru yang dihuni oleh orang-orang muda. Dengan komitmennya yang tinggi terhadap kewartawanan Abah Alwi langsung menjadi contoh bagi rekan yuniornya, bagaimana seseorang bisa menjadi wartawan sejati, walau telah memasuki usia senja. Ia tak kalah produktif dibandingkan dengan rekan yuniornya. Sejak di Republika, ia mulai menulis artikel-artikel tentang sejarah kota Jakarta, baik dalam bentuk tulisan lepas, di rubrik kebudayaan, maupun di rubrlik Sketsa Jakarta dan Nostalgia. Walau telah lebih enam tahun menulis, ia seolah-olah tidak kehabisan bahan untuk mengangkat permasalahan kota Jakarta, terutama kisah-kisah tempo doeloenya. Untuk objektivitas penulisan, ia bukan saja mendatangi nara sumber, menelaah berbagai koleksi dan bahan, tapi juga mendatangi tempat yang menjadi bahan penulisannya.