Mereka masih muda dan mungkin bukan siapa-siapa dalam dunia sastra. Tetapi karya-karya mereka tak kalah mengagumkan dibandingkan para penyair dan cerpenis yang telah menjadi seseorang. “Amarah” mereka layaknya bom waktu yang meledak melahirkan puing kata-kata – puisi dan cerpen. Amarah yang berkobar-kobar itu ditujukan kepada cinta tanpa restu, dogma yang meruntuhkan kemanusiaan dan mengubahnya menjadi manusia robot, kekerasan Negara (dan kematian yang sia-sia), perusak kedamaian, isu SARA yang dipolitisasi, dan berujung pertanyaan kepada Tuhan. Dalam buku ini, “amarah”mereka menyaru dalam keindahan. Terus berproses dan berdialog untuk membebaskan amarah mereka (atau mungkin kita?).