Inklusi Sosial : sepuluh kisah peduli masyarakat adat dan lokal terpencil masyarakat
Elis Hart ; Oscar Motuloh (kurator foto)
Tersedia di:
Deskripsi
buku ini mendapat dukungan dari The Asia Foundation dan Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade ; TaK Kenal Maka tak sayang. Peribahasa ini sangat tepat menggambarkan masyarakat adat di Indonesia. Sering disebut dalam obrolan, ditulis dalam laporan, dan dipidatokan oleh pejabat dan politisi, juga diadvokasi oleh para aktivis. Namun sekalipun begitu, masih banyak mitos, stigma dan prasangka yang melingkupi masyarakat adat. Sekian lama terjadi upaya menyangkal kemajemukan Indonesia. jika kita jujur pada diri sendiri dan peduli, sebenarnya masih banyak kelompok masyarakat adat yang mengalami diskriminasi dan menerima stigma negatif. Koalisi masyarakat madani, yang telah sepuluh tahun ini mendorong Rancangan undang-undang Masyarakat adat, menengarai setidaknya ada enam hak masyarakat adat yang terus-menerus dilanggar. Hak-hak tersebut tidak dapat dipisahkan dan melekat satu sama lain, serta harus diakui untuk pencapaian kemanusiaan hakiki bagi masyarakat adat. hak-hak itu termasuk, namun tak terbatas pada: hak atas Budaya Spiritual; hak Perempuan adat; hak anak dan Pemuda adat; hak atas lingkungan hidup; hak atas Persetujuan Bebas tanpa Paksaan, Didahulukan dan Diinformasikan (Free, Prior, and Informed Consent, disingkat FPIc), dan hak atas ulayat adat.