Cegah stunting sebelum genting : peran remaja dalam pencegahan stunting
Nisrina Anis Millati (Pengarang) ; Talitha Salsabila Kirana (Pengarang) ; Dinda Awanda Ramadhani (Pengarang) ; Moudy Alveria (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, karena stunting bukan hanya berarti anak lebih pendek daripada anak seusianya, tetapi anak yang stunting mengalami perkembangan otak yang juga terhambat. Pada akhirnya, mereka cenderung tidak dapat mengejar pelajaran sekolahnya, yang berdampak pada masa depan dan generasi berikutnya. Sebagai calon orang tua dan agent of change (agen perubahan), remaja memiliki peran yang krusial dalam pencegahan stunting. Dalam buku ini, terdapat berbagai ide menarik dari empat kategori, yaitu pola konsumsi, pola pengasuhan, pelayanan kesehatan dasar, dan kesehatan lingkungan, yang dapat remaja lakukan mulai dari diri sendiri hingga masyarakat luas untuk mencegah terjadinya stunting. Boy Situmorang, Tanoto Scholar dari Universitas Sumatera Utara, menuliskan bahwa stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi secara kronis/berkepanjangan dan penyakit infeksi berulang. Kekurangan gizi ini terjadi bukan hanya saat anak sudah lahir, tapi juga sejak dalam kandungan. Remaja sebagai calon ibu perlu mengetahui hal ini karena pola asupan ibu sudah terbentuk sejak masa remaja. Kebiasaan makan yang kurang baik seperti melewatkan sarapan atau makan malam dan mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) atau makanan rendah nutrisi (junk food). Boy mengajak remaja untuk mulai mengikuti “Pedoman Gizi Seimbang” agar nanti dapat memberikan gizi yang baik untuk anak jika menjadi ibu. Untuk membantu remaja memulai pola makan yang lebih sehat, Hendriasari dari Universitas Gadjah Mada juga telah membuat 21-day challenge atau tantangan selama 3 minggu yang dilengkapi dengan rekomendasi menu. Harapannya, dengan mencoba memenuhi tantangan selama 3 minggu, remaja dapat membangun kebiasaan baik. Stunting tidak hanya soal kurangnya asupan makan; tapi juga karena penyakit infeksi berulang yang seringkali disebabkan oleh masalah lingkungan. Intan Subadri, Tanoto Scholar dari Institut Teknologi Bandung, membahas mengenai pentingnya akses terhadap air bersih dan sanitasi dengan mengambil Nusa Tenggara Timur sebagai contoh kasus. Sebagai daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, NTT juga kekurangan fasilitas penyediaan air bersih dan sanitasi layak. Di beberapa daerah, masyarakat terpaksa meminum air yang mengandung kapur, yang dapat memicu pembentukan batu kapur pada saluran pencernaan. Berbekal modal ilmu, remaja dapat menjalankan peran sebagai agent of change dengan berkontribusi langsung ke masyarakat. Dalam hal penyediaan air bersih, misalkan, mahasiswa bisa membantu menyampaikan ide dan inovasi menarik ke pemerintah terkait solusi sederhana yang bisa segera diaplikasikan di daerah. Salah satu contohnya dengan mendorong pemerintah membangun filter air rumah tangga agar anak dan orang tua dapat mendapatkan air bersih yang layak. Buku Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja dalam Pencegahan Stunting layak dibaca oleh semua kalangan, bahkan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan. Remaja yang ingin mencari informasi tentang stunting dan ide menarik untuk berkontribusi pada masyarakat dapat menjadikan buku ini sebagai sebuah pedoman awal. Isu stunting lebih besar daripada isu kesehatan saja, stunting termasuk isu pendidikan, sosial, dan ekonomi, sehingga Indonesia membutuhkan remaja dari berbagai latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial untuk memahami dan turut berkontribusi. Ditulis oleh berbagai remaja dari latar belakang non-kesehatan, buku ini juga menunjukkan bahwa siapapun bisa mengerti tentang stunting dan bisa berperan dalam penanganannya di Indonesia.