Puisi mbeling
Remy Sylado (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Inilah buku pertama yang memuat puisi-puisi mbeling karya Remy Sylado, pencetus gerakan puisi mbeling, dari 1971 sampai 2003. Dipilih sendiri oleh sang penyair, 143 puisi dalam buku ini akan membuat kita tersenyum, tertawa terbahak-bahak, atau merenung. Namun jangan salah sangka, di dalam kelakarnya Remy sebenarnya sedang bersikap serius. Dia menelanjangi sikap feodal dan munafik masyarakat kita, terutama di kalangan pemimpin bangsa. Profil Penulis: Remy Sylado (Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1943–Jakarta, 12 Desember 2022) adalah salah satu nama samaran Jubal Anak Perang Imannuel Panda Abdiel Tambayong. Nama Remy Sylado sendiri diambil dari nada intro lagu The Beatles “And I Love Her”, re-mi-si-lado, 2-3-7-6-1. Untuk buku-buku non-fiksi, ia menggunakan nama pena Alif Danya Munsyi yang berarti munsyi pertama dan terakhir. Kadang ia memakai nama Juliana C Panda dan Dova Silva. Sebagai novelis ia telah menerbitkan Gali Lobang Gila Lobang (1977), Kita Hidup Hanya Sekali (1977), Orexas (1978), Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999), Kembang Jepun (2002), Kerudung Merah Kirmizi (2002), Parijs van Java (2003), Menunggu Matahari Melbourne (2004), Sam Po Kong (2004), Mimi Lan Mintuna (2007), Pangeran Diponegoro (2007), Namaku Mata Hari (2010), Hotel Prodeo (2010), Perempuan Bernama Arjuna (2014), dan Malaikat Lereng Tidar (2014). Adapun kumpulan puisinya adalah Kerygma (1999), Puisi Mbeling (2004), dan Kerygma & Martyria (2004) yang mendapat penghargaan dari MURI sebagai buku kumpulan sajak tertebal. Ada pula drama musik Siau Ling (2001), Jalan Tamblong: Kumpulan Drama Musik (2010), dan Drama Sejarah 1832 (2012). Ia juga menulis karya-karya non-fiksi, antara lain, Dasar-Dasar Dramaturgi (1981), Menuju Apresiasi Musik (1983), Mengenal Teater Anak (1984), 9 dari 10 Bahasa Indonesia adalah Asing (2003), Bahasa Menunjukkan Bangsa (2005), Kamus Bahasa dan Budaya Manado (2007), dan Jadi Penulis? Siapa Takut! (2012). Atas sumbangsihnya di bidang kesusasteraan, ia pernah meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award (2002), Penghargaan Sastra oleh Badan Bahasa (2006), Sastra Bermutu dari Komunitas Nobel Indonesia (2011), Bakrie Award untuk bidang kebudayaan dan sastra (2013), The S.E.A. Write Award (2015), dan Akademi Jakarta (2021). Ia juga pernah mendapatkan Man of Achievement dalam Who’s Who in Asia and Pacific (1991), Satya Lencana Kebudayaan dari Negara/ Presiden (2005), Piagam PAPPRI untuk Bidang Kritik Musik (2008), One Man One Tree dari Kementerian Kehutanan (2008), Braga Award untuk Kepeloporan Musik Sastra dari Gubernur Jawa Barat (2009), pemegang Kartu Pers Nomer Satu (2010), Piagam Kebudayaan untuk Kepeloporan Teater dari Gubernur Jawa Barat (2012), Piagam Brawijaya dari Panglima Kodam Brawijaya (2013), dan Piagam Penghargaan Kerukunan Keluarga Kawuna (2013).