Andika Cahaya
Darman Moenir (Pengarang) ; Raudal Tanjung Banua (penulis)
Tersedia di:
Deskripsi
DARMAN MOENIR (Sawah Tangah, 27 Juli 1952) bukanlah nama baru dalam kesusasteraan tanah air, khususnya dunia prosa. Jauh sebelum publik mengenalnya lewat roman Bako yang fenomenal, novel pertamanya, Gumam, sudah lebih dulu mendapat rekomendasi DKJ tahun 1976. Bako sendiri memenangkan Hadiah Utama Sayembara Mengarang Roman DKJ 1980, dan diterbitkan Balai Pustaka (1983). Setelah itu berturut-turut terbit karyanya yang berikut: Gumam (1984), Dendang (1988), Aku Keluargaku Tetanggaku (1993), dan yang terbaru, Krit & Sena (2003)serta satu novel yang lebih awal lagi Riak (1977). Darman Moenir muncul dengan novel Andika Cahaya, sebuah novel yang ia akui ditulis dengan bahasa baku. Apa yang ia maksudkan di sini tidak berarti bahasa yang kaku dan formal, sebab selalu ada improvisasi yang membuat kalimatnya mengalir lancar, terjaga, serta suasana yang enak dinikmati. Latar, tokoh dan plot dihadirkan tidak dengan teknik air bah, namun melewati rangkaian proses yang detail, jika tidak berlebihan dikatakan sangat rinci. Darman Moenir lewat Andika Cahaya jelas-jelas membawa, jika bukan mempertahankan, suara lain (the other voice) yang jadi pertaruhan seorang sastrawan.Konsep penyajian Darman Moenir dengan bahasa baku-nya dalam Andika Cahaya ini ternyata sangat sinkron dengan latar cerita beserta karakter yang dibangunnya. Yakni lingkungan institusi resmi kebudayaan, dalam hal ini museum Daerah Sumatera Barat, Museum Andika Cahaya. Tidak kalah menarik adalah nama Andika Cahaya, yang ia anggap puitik dan penuh makna.... Andika, berasal dari kosakata Minangkabau, andiko, berarti tuanku, tuan sahaya, diulangi, tuan sahaya. Dalam bahasa Jawa atau lain bahasa, andika barangkali berarti lain lagi.