

Selimut Debu
Agustinus Wibowo (Pengarang) ; Prisca Delima (Co-editor)
Tersedia di:
Deskripsi
Pada tahun 2006, Agustinus mulai melintasi perbatasan antar negara menuju Afghanistan, dan selama dua tahun ia menetap di Kabul sebagai fotografer jurnalis—catatannya di buku ini adalah hasil perenungan yang memakan waktu tak singkat. “Di sini semua mahal. Yang murah cuma satu: nyawa manusia.” Afghanistan. Nama negeri itu sudah bersinonim dengan perang tanpa henti, kemiskinan, maut, bom bunuh diri, kehancuran, perempuan tanpa wajah, dan ratapan pilu. Nama yang sudah begitu tidak asing, namun tetap menyimpan misteri yang mencekam. Pada setiap langkah di negeri ini, debu menyeruak ke rongga mulut, kerongkongan, lubang hidung, kelopak mata. Bulir-bulir debu yang hampa tanpa makna, tetapi menjadi saksi pertumpahan darah bangsa-bangsa, selama ribuan tahun. Aura petualangan berhembus, dari gurun gersang, gunung salju, padang hijau, lembah kelam, langit biru, danau ajaib, hingga ke sungai yang menggelegak hebat. Agustinus Wibowo menapaki berbagai penjuru negeri perang ini sendirian, untuk menyibak misteri prosesi kehidupan di tanah magis yang berabad-abad ditelantarkan, dijajah, dan dilupakan. Menyibak cadar negeri cantik nan memikat, Afghanistan. Agustinus tak ingin hanya menjadi penonton isi dunia. Ia mau terlibat sepenuhnya dalam perjalanan itu. Ia tak sekadar melihat pemandangan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga mengenal budaya dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Selimut Debu akan membawa Anda berkeliling "negeri mimpi" —yang biasa dihadirkan lewat gambaran reruntuhan, korban ranjau, atau anak jalanan mengemis di jalan umum—sambil menapaki jejak kaki Agustinus yang telah lama hilang ditiup angin gurun, namun tetap membekas dalam memori. Anda akan sibuk naik-turun truk, mendaki gunung dan menuruni lembah, meminum teh dengan cara Persia, mencari sisa-sisa kejayaan negara yang habis dikikis oleh perang dan perebutan kekuasaan, sekaligus menyingkap cadar hitam yang menyelubungi kecantikan "Tanah Bangsa Afghan" dan onggokan debu yang menyelimuti bumi mereka. Bulir demi bulir debu akan membuka mata Anda pada prosesi kehidupan di tanah magis yang berabad-abad ditelantarkan, dijajah, dilupakan—sampai akhirnya ditemukan kembali. "As a backpacker, Agustinus has taken several routes in his journey which other travelers would have most likely avoided." –The Jakarta Post "Agustinus tak ingin hanya menjadi penonton isi dunia. Ia mau terlibat sepenuhnya dalam perjalanan itu. Ia tak sekadar melihat pemandangan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga mengenal budaya dan berinteraksi dengan masyarakat setempat." –Kompas
Ulasan
Buku Rekomendasi Lainnya

Tiga pendekar cilik
Naning Pranoto

Cas Cis Cus Lancar Bahasa Prancis tanpa Kursus
YUMNI, Mutia Zata ; HERIYANI, Oktarina

what could it be?
GRIFFITHS, Rachel

Nasionalisme Retorika Gombal
Jemmy Setiawan

Gitar Elektrik : Teknik dasar dan aplikasi
; Sukoco

Teaching Through Play : Teachers's thinking and classroom practice
ROGERS, Sue (Pengarang)

The Essential Confucius
Thomas Cleary (Pengarang)

Must be a happy ending 1
Flada (Pengarang) ; Lingliana (penerjemah) ; Juliana Tan (editor)

Corporate finance : theory and practice
Damodaran, Aswath (Pengarang)

Catatan Korea
Lubis, Mochtar (penulis) ; Mirza Ahmad (editor)

The Promised neverland 19
Shirai, Kaiu, (Pengarang) ; Milka, (penerjemah)

Rasa'il al-ghazali jilid 2 : 26 karya monumental al-ghazali
Hujjah al-islam Abu Hamid al-Ghazali (Pengarang)

Parlemen atau Sovyet? : pahlawan kemerdekaan Indonesia & Bapak Murba Indonesia
Tan Malaka (Pengarang) ; H. Asral Datuk Putih (editor) ; Abi Setyo Nugroho (editor) ; Erwin Jr (editor) ; Harry Poeze (editor)

Maggie kehilangan pitanya : seri taman milik Paman Bald
Fidela Asa, JJ. (Pengarang) ; Tim Elementa (Penyunting)
