Dalam menyatakan jati dirinya, bangsa Korea mengacu ke citraan pagi hariyang tenang – berbeda, misalnya dari bangsa Jepang yang selalu memandang matahri sebagai lambing keberadaanya. Citraan pagi yang tenang, matahri, maupun tirai bambu – yang melambangkan kebudayaan Cina – pada dasarnya mengacu kea lam. Dan ternyata memnag alam yang menjadi tumpuan gagasan dan ungkapan yang kita rasakan dan pahami ketika membaca puisi Korea, yang klasik maupun yang modern. Sajak – sajak yang dipilih dalam buku ini umumnya ditulis berdasarkan teknik penulisan demikian. Ini menunjukan adanya garis yang jelas antara klasik dan modern – tidak hanya dalam perkembangan puisi Korea tetapi juga puisi Jepang dan Cina.