"Ayah nggak keberatan kamu merasakan seperti apa fotografi, tapi bukan untuk jadi cita-cita. Apalagi jalan hidup. Fotografi nggak akan pernah memberi kamu apa-apa!"
Larangan sang ayah tak menyurutkan tekad Rasta untuk tetap memotret. Banyak yang harus dikorbankan Rasta untuk mengejar mimpinya menjadi fotografer.
Apakah impiannya berhasil mewujud? Atau pengorbanan Rasta tak sebanding dengan kenyataan yang ia hadapi?