Buya KH. Sirajuddin Abbas : (Profil dan Pemikiran Politik Tentang Indonesia)
Alaiddin Koto (Pengarang)
Tersedia di:
Deskripsi
Mengkaji pemikiran seorang tokoh, sama artinya dengan mengkaji zaman ketika dan di mana tokoh itu berada. Langsung atau tidak langsung, tokoh adalah anak zamannya, dan zaman membentuk kepribadian tokohnya. Diakui atau tidak, Sirajuddin Abbas adalah salah satu dari tokoh itu. Bukan hanya di kalangan Persatuan Tarbiyah Islmiyah yang telah dipimpinnya selama 30 tahun (1935-1965), tetapi juga secara nasional di mana ia pernah menjadi anggota parlemen dan menteri di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Sebagai seorang penganut Sunni bermazhab Syafi’i, Buya Siraj, begitu ia sering dipanggil, sangat kental dengan kesunnian dan kesyafi’iannya. Doktrin politik sunni, katanya, amat relevan untuk mendukung kepentingan dan perjuangan bangsa Indonesia pada masa itu. Ajaran sunni untuk tidak memberontak kepada pemerintah yang sah dan senantiasa kooperatif terhadapnya dianut secara fanatik, sehingga ia sangat menentang pemberontakan PRRI yang berpusat di kampung halamannya sendiri, Sumatera Barat, pada akhir tahun 1950-an. Buya Siraj tidak peduli dengan berbagai kecaman yang dilontarkan kepadanya dengan pemikiran dan sikap politiknya itu, sehingga dengan berbagai pengalaman dan keterlibatan lainnya bersama dan di masa Soekarno, ia pernah mendapat fitnah sebagai “antek” Soekarno dan bahkan “antek Peking.” Ia tidak peduli dengan fitnah itu, karena sebagai ulama yang memahami dengan baik ajaran agama yang dianutnya, ia bukanlah seperti yang difitnahkan. Namun begitu, ia bisa memahami kenapa ada orang yang salah paham terhadap dirinya. Itu adalah salah satu risiko bagi orang yang suka bermain politik. Itu jugalah sebabnya ia tidak bereaksi, sampai akhirnya fitnah tersebut hilang dengan sendirinya, karena memang murni fitnah yang tidak ada bukti sama sekali.