Pendidikan islam integratif : Upaya mengintegrasikan kembali dikotomi ilmu dan pendidikan islam
MULIAWAN, Jasa Ungguh
Tersedia di:
Deskripsi
233-241 ; Secara normative-konseptual, dalam Islam tidak dijumpai dikotomi ilmu. Ulama-ulama terdahulu pun telah membuktikan kesatuan ilmu yang wajib dipelajari. Al-Kindi ia adalah seorang filsuf sekaligus agamawan, Al- Farabi. Ibnu Sina, ahli dalam bidang ilmu kedokteran, filsafat, psikologi, dan music. Al-Khawarizmi juga seorang ulama yang ahli matematika. Al-Ghazali, walaupun belakangan popular karena kehidupan dan ajaran sufistiknya, sebenarnya beliau telah melalui berbagai bidang ilmu yang diketahuinya, mulai dari ilmu Fiqh, Kalam, Falsafah hingga Tasawuf. Ibnu Rusyd, adalah seorang Faqih yang telah berhasil pada masa Reneissance. Last but least, Ibn Khaldun dikenal sebagai ulama peletak dasar sosilogi modern. Namun, mulai Abad Pertengahan – yang efeknya bahkan masih terasa sampai saat ini, mulai terjadi dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam, sehingga terjadi kristalisasi anggapan bahwa ilmu agama tergolong fardu’ain atau kewajiban individu, sedangkan ilmu umum termasuk fardu’ kifayah atau kewajiban kolektif dan apabila telah dijumpai orang yang menekuninya maka orang lain menjadi gugur kewajibanya. Akibat faktorini, umat dan Negara Islam saat tertinggal jauh dalam hal kemajuan IPTEK.