

Manufacturing Hope Series : Oleh-oleh dari kantor BUMN
Dahlan Iskan
Tersedia di:
Deskripsi
Yang sulit saja bisa, tapi yang mudah malah jadi sulit. Itulah salah satu tulisan Dahlan di buku ini yang sederhana tapi menggelitik. Menjelang mengakhiri masa tugasnya di PLN ia minta ada produsen yang menjadi pelopor membuat trafo 500 kv. Permintaannya direspons oleh PT CG Power Bogor. Lahirlah trafo 500 kv made in Indonesia. Sebuah trafo 500 kv seharga sekitar Rp40 miliar. Sebelum ia menjadi Dirut PLN harga sebuah trafo jenis itu mencapai Rp120 miliar. Dunia kelistrikan heboh. Pertanyaan sering diajukan kepadanya: bagaimana bisa membuat harga trafo turun drastis? Caranya, cukup cari info dan datang ke berbagai negara untuk membandingkan harga trafo, misalnya ke Vietnam atau ke China. Harga trafo di Indonesia mahal, ternyata karena sistem tendernya yang membuat mahal. Maka begitu sistem tendernya diubah harga trafo langsung anjlok: tinggal 30 persennya! Sejak itu direksi PLN rajin mengubah sistem pembelian. Termasuk sistem pembelian yang pro produksi dalam negeri. Alat seperti kWh meter (meteran), kabel, trafo 20 kv, dan seterusnya disistemkan harus produksi dalam negeri. Caranya: dalam tender memang sudah disebutkan harus produksi dalam negeri. Kebijakan seperti itu terus dilakukan di PLN. Setelah menjadi menteri BUMN, ia ingin seluruh BUMN memiliki kebijakan pembelian yang mengutamakan produksi dalam negeri. Bagaimana kalau di dalam negeri produsennya hanya satu? Bukankah akan lebih mahal? Karena tanpa pesaing? Caranya, membuat sistem cost-plus atau cost-plusplus. Pabrik tersebut harus mau diaudit mengenai struktur biaya produksinya. Lalu diperiksa harga-harga bahan bakunya. Harga bahan baku tidak bisa di-mark up. Produsen memang pandai tapi kita tidak boleh bodoh. Jangan memberi peluang pemasok menyembunyikan harga pokok. Dengan demikian kita akan tahu berapa harga beli yang wajar. Kita ini tidak bodoh, tapi sogok-menyogoklah yang sering membuat orang pandai tiba-tiba bodoh. Lemahnya pembelaan terhadap produksi nasional sering bukan karena kebijakan yang salah, tapi lebih karena “kebodohankebodohan mendadak” seperti itu. Itulah oleh-oleh mantan menteri Dahlan yang unik. Ia menularkan optimisme. Sebab ia pernah bilang bahwa menularkan pesimisme cuma perlu modal gombal. Tapi membangun harapan harus dengan kerja keras dan hasil nyata.
Ulasan
Buku Terkait

Memasuki era BUMN multinational coorporation : Impian dan gagasan segar Dahlan dalamn mengelola BUMN
Dahlan Iskan

Tidak ada yang tidak bisa
Dahlan ISKAN,

DI's Way : Pribadi-pribadi yang Menginspirasi
Dahlan Iskan ; Joko Intarto ; Novikasari Eka S.

Kentut Model Ekonomi
Dahlan Iskan ; Mustofa ; Djoko Pitono

Harjoko Trisnadi dari jurnalis mengelola bisnis
Siregar, Marah Sakti (Pengarang) ; Renville Almeister (Pengarang) ; Tutty Baumeister (Pengarang) ; Goenawan Mohamad (Penyunting) ; Dahlan Iskan (Penyunting) ; A. Margana (Penyunting) ; Surasno (Penyunting) ; Tim Buku Alumni Tempo

Teladan dari Tiongkok
Dahlan Iskan (Pengarang) ; Novi Basuki (Penyunting)
Buku Rekomendasi Lainnya

Filsafat Pemerintahan
SYAFI'I, Inu Kencana

Ideologi dan Utopia
MANNHEIM, Karl

Panduan Lengkap Microsoft Access 2000

The Double bind = Ikatan Ganda
BOHJALIAN, Chris ; Dwi Monica, Chresnayani

Ciderella Batavia
LAHUR, Esi

SUWITO, Ragil

Stop! Kolesterol tinggi
NURRAHMANI, Ulfa ; QONI

The return of sherlock holmes
doyle, arthur conan ; McAlpin, Janet

25 Pernik dari kain : Dari Hobi Menjadi Bisnis
Sri Mulyani

Geranium Blossom
Tribuana Tunggal Sukma

Ternyata, Kelor Penakluk Diabetes
; Virsya Hany

Daun pun berdzikir : sebuah novel religius inspirasional
-

A man and an animal
Vyas, Preeta (Pengarang) ; Kiki Moch Rizki (Ilustrator)

Akhlak : menjadi seorang muslim berakhlak mulia
Dr. Muhammad Abdurrahman, M.Ed
