JAKLITERA sudah ada versi mobile lho! Unduh

Baca Jakarta IV

5 November 2023 - 20 November 2023
Triwulan 4

2759

Partisipan saat ini

0

Partisipan diundang

Deskripsi

Ayo ikuti Baca Jakarta 4 yang akan dilaksanakan pada 5-18 November 2023.

Baca Jakarta merupakan tantangan membaca selama 14 hari supaya aktivitas membacamu jadi lebih seru.

#DenganBacaKitaBisa #LiterasiSemudahItu

Salam literasi

Bagikan event ini:

Aktivitas Peserta

Muhammad Hilman Nur Ihsan
Muhammad Hilman Nur Ihsan
1 tahun yang lalu

Aku baca buku Little Abid yang berjudul "Mandiri, Peduli, dan Bertanggung Jawab" . Bukunya bercerita tentang sikap peduli kepada orang lain dan bertanggung jawab dengan tugas-tugas yang diberikan kepada kita. Misalnya merapikan mainan setelah selesai bermain . . . #DenganBacaKitaBisa #LiterasiSemudahItu #SalamLiterasi

Farrel Ferris Banda Sigalingging
Farrel Ferris Banda Sigalingging
1 tahun yang lalu

Pagi ini saya membaca buku bahasa indonesia BUPENA 4 dan mempelajari cara membaca puisi karena hari ini ada acara di sekolah saya untuk acara puncak bahasa dan menampilkan pembacaan puisi dari setiap kelas

Nurhayati Saidah
Nurhayati Saidah
1 tahun yang lalu

Pagi ini saya membaca buku tentang "Potret Islam dan Keilmuan di Maroko" dari buku ini banyak hal menarik yang saya jadi tau bahwa maroko merupakan salah satu kiblat cahaya ilmu pada masa lampau. Dalam waktu dekat, maroko mampu menyaingi Pesona Baghdad dan Cordoba dalam bidanh ilmu pengetahuan. Dan di masa kini, maroko menjadi kiblat dan salah satu tujuan menuntut ilmu agama islam bagi mahasiswa dari seluruh penjuru dunia. Nah itu adalah beberapa hal menarik yang saya bisa ceritakan dari buku yang saya baca.

Pandu Brata Ramadhan
Pandu Brata Ramadhan
1 tahun yang lalu

Benua Afrika adalah benua terbesar ke dua setelah asia,adapun negara2 yang berada di benua Afrika di antaranya : Afrika Selatan,Nigeria,Kenya,Maroko,Ghana,Senegal,tanzania,Etiopia,Mali,Uganda,aljazair,Gabon,Sudan,Somalia,Madagaskar,Angola,Tunisia,Kamerun,Libya Penduduk Afrika berkebangsaan negro(org kulit hitam) adapun yg berkebangsaan Arab seperti Aljazair,Maroko,Tunisia,libya

Livia Nurkaliza
Livia Nurkaliza
1 tahun yang lalu

Asal usul danau malawen Alkisah, di tepi sebuah hutan di daerah Kalimantan Tengah, Indonesia, hidup sepasang suami-istri miskin. Meskipun hidup serba pas-pasan, mereka senantiasa saling menyayangi dan mencintai. Sudah sepuluh tahun mereka berumah tangga, namun belum juga dikaruniai seorang anak. Sepasang suami-istri tersebut sangat merindukan kehadiran seorang buah hati belaian jiwa untuk melengkapi keluarga mereka. Untuk itu, hampir setiap malam mereka berdoa memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar impian tersebut dapat menjadi kenyataan. Pada suatu malam, usai memanjatkan doa, sepasang suami istri pergi beristirahat. Malam itu, sang Istri bermimpi didatangi oleh seorang lelaki tua. “Jika kalian menginginkan seorang keturunan, kalian harus rela pergi ke hutan untuk bertapa,” ujar lelaki tua dalam mimpinya itu. Baru saja sang Istri akan menanyakan sesuatu, lelaki tua itu keburu hilang dari dalam mimpinya. Keesokan harinya, sang Istri pun menceritakan perihal mimpinya tersebut kepada suaminya. “Bang! Benarkah yang dikatakan kakek itu?” tanya sang Istri. “Entahlah, Dik! Tapi, barangkali ini merupakan petunjuk untuk kita mendapatkan keturunan,” jawab sang Suami. ‘Lalu, apa yang harus kita lakukan, Bang! Apakah kita harus melaksanakan petunjuk kakek itu?” sang Istri kembali bertanya. “Iya, Istriku! Kita harus mencoba segala macam usaha. Siapa tahu apa yang dikatakan kakek itu benar,” jawab suaminya. Keesokan harinya, usai menyiapkan bekal seadanya, sepasang suami-istri itu pun pergi ke sebuah hutan yang letaknya cukup jauh. Setelah setengah hari berjalan, sampailah mereka di sebuah hutan yang sangat lebat dan sunyi. Mereka pun membangun sebuah gubuk kecil untuk tempat bertapa. Ketika hari mulai gelap, sepasang suami-istri itu pun memulai pertapaan mereka. Keduanya duduk bersila sambil memejamkan mata dan memusatkan konsentrasi kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sudah berminggu-minggu mereka bertapa, namun belum juga memperoleh tanda-tanda maupun petunjuk. Meskipun harus menahan rasa lapar, haus dan kantuk, mereka tetap melanjutkan pertapaan hingga berbulan-bulan lamanya. Sampai pada hari kesembilan puluh sembilan pun mereka belum mendapatkan petunjuk. Rupanya, Tuhan Yang Mahakuasa sedang menguji kesabaran mereka. Pada hari keseratus, kedua suami-istri itu benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan rasa lapar, haus dan kantuk. Maka pada saat itulah, seorang lelaki tua menghampiri dan berdiri di belakang mereka.Hentikanlah pertapaan kalian! Kalian telah lulus ujian. Tunggulah saatnya, kalian akan mendapatkan apa yang kalian inginkan!” ujar kakek itu. Mendengar seruan itu, sepasang suami-istri itu pun segera menghentikan pertapaan mereka. Alangkah terkejutnya mereka saat membuka mata dan menoleh ke belakang. Mereka sudah tidak melihat lagi kakek yang berseru itu. Akhirnya mereka pun memutuskan pulang ke rumah dengan berharap usaha mereka akan membuahkan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Sesampainya di rumah, suami-istri itu kembali melakukan pekerjaan sehari-hari mereka sambil menanti karunia dari Tuhan. Setelah melalui hari-hari penantian, akhirnya mereka pun mendapatkan sebuah tanda-tanda akan kehadiran si buah hati dalam keluarga mereka. Suatu sore, sang Istri merasa seluruh badannya tidak enak. “Bang! Kenapa pinggangku terasa pegal-pegal dan perutku mual-mual?” tanya sang Istri mengeluh. “Wah, itu pertanda baik, Istriku! Itu adalah tanda-tanda Adik hamil,” jawab sang Suami dengan wajah berseri-seri. “Benarkah itu, Bang?” tanya sang Istri yang tidak mengerti hal itu, karena baru kali ini ia mengalami masa kehamilan. “Benar, Istriku!” jawab sang Suami. Sejak saat itu, sang Istri selalu ingin makan buah-buahan yang kecut dan makanan yang pedas-pedas. Melihat keadaan istrinya itu, maka semakin yakinlah sang Suami bahwa istrinya benar-benar sedang hamil. “Oh, Tuhan terima kasih!” ucap sang Suami. Usai mengucapkan syukur, sang Suami mendekati istrinya dan mengusap-usap perut sang Istri. “Istriku! Tidak lama lagi kita akan memiliki anak. Jagalah baik-baik bayi yang ada di dalam perutmu ini!” ujar sang Suami. Waktu terus berjalan. Usia kandungan sang Istri genap sembilan bulan, pada suatu malam sang Istri pun melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Kumbang Banaung. Alangkah senang dan bahagianya sepasang suami-istri itu, karena anak yang selama ini mereka idam-idamkan telah mereka dapatkan. Mereka pun merawat dan membesarkan Kumbang Banaung dengan penuh kasih sayang. Ketika Kumbang Banaung berusia remaja dan sudah mengenal baik dan buruk, mereka memberinya petuah atau nasehat agar ia menjadi anak yang berbakti kepada orangtua dan selalu berlaku santun serta bertutur sopan ke mana pun pergi. Selain itu, sang Ayah juga mengajari Kumbang Banaung cara berburu. Setiap hari ia mengajaknya ke hutan untuk berburu binatang dengan menggunakan sumpit. Seiring berjalannya waktu, Kumbang Banaung pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan rupawan. Namun, harapan kedua orangtuanya agar ia menjadi anak yang berbakti tidak terwujud. Perilaku Kumbang Banaung semakin hari semakin buruk. Semua petuah dan nasehat sang Ayah tidak pernah ia hiraukan. Pada suatu hari, sang Ayah sedang sakit keras. Kumbang Banaung memaksa ayahnya untuk menemaninya pergi berburu ke hutan. “Maafkan Ayah, Anakku! Ayah tidak bisa menemanimu. Bukankah kamu tahu sendiri kalau Ayah sekarang sedang sakit,” kata sang Ayah dengan suara pelan. “Benar, Anakku! Kalau pergi berburu, berangkatlah sendiri. Biar Ibu menyiapkan segala keperluanmu,” sahut sang Ibu. “O iya, Anakku! Ini ada senjata pusaka untukmu. Namanya Piring Malawan. Piring pusaka ini dapat digunakan untuk keperluan apa saja,” kata sang Ayah sambil memberikan sebuah piring kecil kepada Kumbang Banaung. Kumbang Banaung pun mengambil piring pusaka itu dan menyelipkan di pinggangnya. Setelah menyiapkan segala keperluannya, berangkatlah ia ke hutan seorang diri. Sesampainya di hutan, ia pun memulai perburuannya. Namun, hingga hari menjelang siang, ia belum juga mendapatkan seekor pun binatang buruan. Ia tidak ingin pulang ke rumah tanpa membawa hasil. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk melanjutkan perburuannya dengan menyusuri hutan tersebut. Tanpa disadarinya, ia telah berjalan jauh masuk ke dalam hutan dan tersesat di dalamnya.Ketika mencari jalan keluar dari hutan, ternyata Kumbang Banaung sampai di sebuah desa bernama Sanggu. Desa itu tampak sangat ramai dan menarik perhatian Kumbang Banaung. Rupanya, di desa tersebut sedang diadakan upacara adat yang diselenggarakan oleh Kepala Desa untuk mengantarkan masa pingitan anak gadisnya yang bernama Intan menuju masa dewasa. Upacara adat itu diramaikan oleh pagelaran tari. Saat ia sedang asyik menyaksikan para gadis menari, tiba-tiba matanya tertuju kepada wajah seorang gadis yang duduk di atas kursi di atas panggung. Gadis itu tidak lain adalah Intan, putri Kepala Desa Sanggu. Mata Kumbang Banaung tidak berkedip sedikit pun melihat kecantikan wajah si Intan. “Wow, cantik sekali gadis itu,” kata Kumbang Banaung dalam hati penuh takjub. Tidak terasa, hari sudah hampir sore, Kumbang Banaung pulang. Ia berusaha mengingat-ingat jalan yang telah dilaluinya menuju ke rumahnya. Setelah berjalan menyusuri jalan di hutan itu, sampailah ia di rumah. “Kamu dari mana, Anakku? Kenapa baru pulang?” tanya Ibunya yang cemas menunggu kedatangannya. Kumbang Banaung pun bercerita bahwa ia sedang tersesat di tengah hutan. Namun, ia tidak menceritakan kepada orangtuanya perihal kedatangannya ke Desa Sanggu dan bertemu dengan gadis-gadis cantik. Pada malam harinya, Kumbang Banaung tidak bisa memejamkan matanya, karena teringat terus pada wajah Intan. Keesokan harinya, Kumbang Banaung berpamitan kepada kedua orangtuanya ingin berburu ke hutan. Namun, secara diam-diam, ia kembali lagi ke Desa Sanggu ingin menemui si Intan. Setelah berkenalan dan mengetahui bahwa Intan adalah gadis cantik yang ramah dan sopan, maka ia pun jatuh hati kepadanya. Begitu pula si Intan, ia pun tertarik dan suka kepada Kumbang Banaung. Namun, keduanya masih menyimpan perasaan itu di dalam hati masing-masing. Sejak saat itu, Kumbang Banaung sering pergi ke Desa Sanggu untuk menemui Intan. Namun tanpa disadari, gerak-geriknya diawasi dan menjadi pembicaraan penduduk setempat. Menurut mereka, perilaku Kumbang Banaung dan Intan telah melanggar adat di desa itu. Sebagai anak Kepala Desa, Intan seharusnya memberi contoh yang baik kepada gadis-gadis sebayanya. Oleh karena tidak ingin putrinya menjadi bahan pembicaraan masyarakat, ayah Intan pun menjodohkan Intan dengan seorang juragan rotan di desa itu. Pada suatu hari, Kumbang Banaung mengungkapkan perasaannya kepada Intan.Intan, maukah Engkau menjadi kekasih, Abang?” tanya Kumbang Banaung. Mendengar pertanyaan itu, Intan terdiam. Hatinya sedang diselimuti oleh perasaan bimbang. Di satu sisi, ia suka kepada Kumbang Banaung, tapi di sisi lain ia telah dijodohkan oleh ayahnya dengan juragan rotan. Ia sebenarnya tidak menerima perjodohan itu, karena juragan rotan itu telah memiliki tiga orang anak. Namun, karena watak ayahnya sangat keras, maka ia pun terpaksa menerimanya. “Ma… maafkan Aku, Bang!” jawab Intan gugup. “Ada apa Intan? Katakanlah!” desak Kumbang Banaung. Setelah beberapa kali didesak oleh Kumbang Banaung, akhirnya Intan pun menceritakan keadaan yang sebenarnya. Intan juga mengakui bahwa ia juga suka kepadanya, namun takut dimarahi oleh ayahnya. Mengetahui keadaan Intan tersebut, Kumbang Banaung pun segera pulang ke rumahnya untuk menyampaikan niatnya kepada kedua orangtuanya agar segera melamar Intan. “Kita ini orang miskin, Anakku! Tidak pantas melamar anak orang kaya,” ujar sang Ayah. “Benar kata ayahmu, Nak! Lagi pula, tidak mungkin orangtua Intan akan menerima lamaran kita,” sahut ibunya. “Tidak, Ibu! Aku dan Intan saling mencintai. Dia harus menjadi istriku,” tukas Kumbang Banaung. “Jangan, Anakku! Urungkanlah niatmu itu! Nanti kamu dapat malapetaka. Mulai sekarang kamu tidak boleh menemui Intan lagi!” perintah ayahnya. Kumbang Banaung tetap tidak menghiraukan nasehat kedua orangtuanya. Ia tetap bersikeras ingin menikahi Intan bagaimana pun caranya. Pada suatu malam, suasana terang bulan, diam-diam ia pergi ke Desa Sanggu untuk menemui Intan. Ia berniat mengajaknya kawin lari. “Intan, bagaimana kalau kita kawin lari saja,” bujuk Kumbang Banaung. “Iya Bang, aku setuju! Aku tidak mau menikah dengan orang yang sudah mempunyai anak,” kata Intan. Setelah melihat keadaan di sekelilingnya aman, keduanya berjalan mengendap-endap ingin meninggalkan desa itu. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba beberapa orang warga yang sedang meronda melihat mereka.Hei, lihatlah! Bukankah itu Kumbang dan Intan,” kata salah seorang warga. “Iya, Benar! Sepertinya si Kumbang akan membawa lari si Intan,” imbuh seorang warga lainnya. Menyadari niatnya diketahui oleh warga, Kumbang dan Intan pun segera berlari ke arah sungai. “Ayo, kita kejar mereka!” seru seorang warga. Kumbang Banaung dan Intan pun semakin mempercepat langkahnya untuk menyelamatkan diri. Namun, ketika sampai di sungai, mereka tidak dapat menyeberang. “Bang, apa yang harus kita lakukan! Orang-orang desa pasti akan menghukum kita,” kata Intan dengan nafas terengah-engah. Dalam keadaan panik, Kumbang Banaung tiba-tiba teringat pada piring malawen pemberian ayahnya. Ia pun segera mengambil piring pusaka itu dan melemparkannya ke tepi sungai. Secara ajaib, piring itu tiba-tiba berubah menjadi besar. Mereka pun menaiki piring itu untuk menyebrangi sungai. Mereka tertawa gembira karena merasa selamat dari kejaran warga. Namun, ketika sampai di tengah sungai, cuaca yang semula terang, tiba-tiba menjadi gelap gulita. Beberapa saat berselang, hujan deras pun turun disertai hujan deras dan angin kecang. Suara guntur bergemuruh dan kilat menyambar-nyambar. Gelombang air sungai pun menghatam piring malawen yang mereka tumpangi hingga terbalik. Beberapa saat kemudian, sungai itu pun menjelma menjadi danau. Oleh masyarakat setempat, danau itu diberi nama Danau Malawen. Sementara Kumbang dan Intan menjelma menjadi dua ekor buaya putih. Konon, sepasang buaya putih tersebut menjadi penghuni abadi Danau Malawen.

Mikayla saussan
Mikayla saussan
1 tahun yang lalu

Afrika adalah benua terbesar kedua di dunia setelah Asia dan kedua terbanyak penduduknya setelah Asia. Dengan luas wilayah 30.224.050 km² termasuk pulau-pulau yang berdekatan, Afrika meliputi 20,3% dari seluruh total daratan Bumi.

NURUL WITAH
NURUL WITAH
1 tahun yang lalu

hari ini saya membaca buku berjudul petualangan ke Negeri dongeng Nusantara.cerita rakyat dari Yogyakarta"bawang merah & bawang putih"

Nini Maryana Rayanti Sari Dewi
Nini Maryana Rayanti Sari Dewi
1 tahun yang lalu

Hari ini saya membaca "Keajaiban Toko Kelontong Namiya" karya Keigo Higashino. Bukunya bercerita tentang pemilik toko kelontong bernama Kakek Namiya, yang kerap menjawab pertanyaan iseng yang dikirimkan anak-anak ke toko miliknya. Namun, lama kelamaan, surat-surat yang datang mulai bernada serius. Orang-orang mulai curhat perihal permasalahan yang mereka alami. Kakek Namiya pun selalu dengan tulus dan penuh pertimbangan membalas surat-surat itu dan memberikan solusi yang bijaksana. Buku ini menceritakan kehidupan beberapa tokoh lengkap dengan latar belakang dan permasalahan yang dialaminya, dan bagaimana kehidupan mereka berubah setelah mengirimkan surat ke toko kelontong Namiya dan mendapatkan balasan. Saat ini saya sedang membaca tentang kehidupan seorang tokoh bernama Kosuke. Dia bermaksud mengunjungi kembali toko kelontong Namiya setelah mengirimkan surat ke sana 40 tahun sebelumnya. Kosuke dulunya adalah anak yang hidup dalam kemewahan. Dia bisa mendapatkan mainan dan benda apa pun yang diinginkannya. Namun, krisis ekonomi yang melanda Jepang di tahun 1970-an mengubah kehidupan keluarganya. Perusahaan ayah Kosuke bangkrut dan ia terlilit utang besar. Suatu hari ayah Kosuke merencanakan pelarian bersama ibu Kosuke dan Kosuke sendiri. Kosuke yang dilanda dilema akhirnya mengirimkan surat ke toko kelontong Namiya dengan harapan, gosip tentang keluarganya yang ingin lari dari masalah akan tersebar, dan ayahnya membatalkan rencana pelarian itu. Namun, rencana Kosuke tidak berjalan mulus. Kosuke juga tidak mematuhi nasihat Kakek Namiya. Dia memutuskan jalan hidupnya sendiri. Di usianya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP, Kosuke remaja memutuskan untuk minggat dari rumah dan menjalani hidup sebatangkara, jauh dari kedua orang tuanya. Cerita-cerita dalam buku ini meninggalkan kesan hangat bagi saya. Bahasanya ringan, tetapi mampu membekaskan kesan haru setiap kali setiap kisah berakhir. Tipikal slice of life yang tidak bikin kening berkerut, tetapi ceritanya akan membekas lama di ingatan.

Nila Ariesti
Nila Ariesti
1 tahun yang lalu

Hari ini aku Membaca Buku Cerita Asal usul Candi Prambanan. Dimana Bandung Bondowonso ingin memperistri Roro jonggrang. Roro jonggrang mengajukan syarat untuk di buatkan 1000 candi dalam 1 malam. Bandung Bondowonso Menyanggupinya, di memanggil ribuan jin untuk membangun candi. Roro jonggrang tidak kehabisan akal , Roro Jonggrang dan para gadis yang berada di prambanan menyalakan obor, menumbuk padi sehingga ayam jago berkokok. Sehingga para jin mengira hari sudah pagi hingga candi tidak terselesaikan. Raden wondowonso marah hingga mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi penggenap ke 1000.

Agenda Hari Ini