MUHAMMAD RIZKY PRATAMA
7 bulan yang lalu
Berhentilah menangis dik!
Putri diyaanah
7 bulan yang lalu
hari aku baca Novel "sisi tergelap surga", dibuku ini menceritakan tentang sisi gelap jakarta yang dinggap kota yang maju dan sejahtera masyarakatnya. dimana buku ini menceritakan sudut padang dari orang pinggiran yang merasakan kejamnya hidup di ibu kota. mereka yang harus bertahan hidup dengan bekerja sebagai preman, wanita bayaran, bahkan manusia silver.
Naysshilla Zahra Nasution
7 bulan yang lalu
Hari ini Membaca buku judul Dr.Setiabudi
Di buat oleh Bambang Oeban
Waktu kecil,aku suka kesal. Sering di ejek. Teman-teman suka iseng. Mereka senang kalau melihat aku nangis. Masalahnya, setiap aku mengaku anak Indonesia atau anak Jawa mereka sama sekali tidak percaya. Mereka malah tertawa terbahak-bahak. Bagaimana aku bisa menang. Aku sendirian. Sedangkan mereka lebih dari satu. Untungnya mereka tidak main pukul atau main keroyok. Dasarnya mereka itu hanya senang menggoda. Nah, kalau aku mulai menangis mereka malah bingung. Mereka berusaha menghiburku. Ya sudah, gantian aku pura-pura nangis terus.
Setelah melihat mereka kebingungan, dalam hati aku merasa geli. Karena tidak tahan, akhirnya aku tertawa. Otomatis mereka pada bingung. Mereka baru sadar kalau aku mempermainkan mereka. Akhirnya, mereka mengejar-ngejar ku. Di depan kulihat ada sungai. Aku terjun ke sungai. Mau tidak mau mereka ikut terjun. Kami tidak peduli kalau baju jadi basah kuyup. Walhasil, ketika pulang ke rumah kami dapat hadiah. Apalagi kalau bukan dimarahin orang tua.
Tapi aku sadar. Itulah resikonya jadi orang indo. Sering diganggu.Dijadikan bahan tertawaan. Maklumlah, aku memiliki darah campuran Belanda, Jerman, Prancis, dan Jawa. Aku terlahir dengan nama Ernest Francisco Douwes Dekker. Memang, kedengaran aneh sebagai nama Indonesia. Padahal aku ini lahir di Pasuruan, Jawa Timur.
Eh , kalau aku berusaha menjelaskan, mereka pura-pura tidak mendengarkan. Disangka aku cuma mengarang. Menurut mereka, tidak ada sejarahnya orang Jawa berwajah indo. Aku hanya bersabar dan mengalah. Lagi pula, aku tahu, mereka itu hanya menggoda.
Tapi, ada hal yang membuat aku prihatin. Aku merasa malu. Aku dicap jelek. Aku dianggap sebagai " penjahat internasional".
Mengapa aku dianggap sebagai penjahat internasional? Masalahnya, aku paling tidak suka dengan bangsa barat yang menjajah Bangsa Asia dan Afrika.
Sedangkan aku merasa tersinggung kalau ada yang menganggap remeh Tanah airku. Aku tidak takut. Apapun yang terjadi aku akan membela tanah airku. Meski nyawa taruhannya. Tekadku, hingga tetes darah terakhir aku akan berjuang untuk Indonesia. Aku cinta Tanah kelahiranku.
Setelah menamatkan HBS (SLT BELANDA), aku bekerja di sebuah perkebunan kopi di lereng gunung Semeru, Malang, Jawa Timur. Ternyata aku tidak betah. Bayangkan, hampir setiap hari aku melihat buruh Indonesia diperlakukan seenaknya. Kalau diperlakukan dengan wajar aku tidak akan sakit hati. Tapi yang aku benci, mereka terlalu kasar. Tidak cukup mulut yang kasar. Terkadang mereka main pukul. Siapapun akan merasa sakit kalau kena pukulan. Karena tak tahan, akhirnya aku minta berhenti.
Bekerja di perkebunan kopi memang makan hati. Setelah keluar, apalagi yang harus ku? Apakah aku harus mencoba menjadi guru? Kalau menjadi guru urusannya dengan murid. Tentu saja tidak semua murid patuh. Ada juga yang bandel. Ada yang mau mendengarkan. Ada juga yang masa bodoh kalau guru sedang menerangkan pelajaran. Ada baiknya aku coba. Berhubung bidang yang aku kuasai adalah obat-obatan, maka aku pun lebih memilih mengajar kimia.
Benar perkiraanku. Menjadi guru tidaklah gampang. Harus sabar. Sifat dan perilaku murid tidak sama. Itulah resikonya.
Aku tidak mengerti. Mengapa aku selalu merasa puas. Apa saja ingin aku coba aku tidak puas hanya menjadi guru. Aku ingin melakukan pekerjaan yang lain. Bukan berarti aku bosan. Bukan berarti aku menyerah karena aku kurang sabar menghadapi murid. Bukan. Aku ingin merasakan pengalaman yang penuh tantangan.
Lalu aku mendaftarkan diri sebagai sukarelawan, turut berperang dalam perang boer melawan Inggris di Afrika Selatan. Meskipun waktu itu aku tahu, aku harus siap mati di medan perang. Mati untuk membela kebenaran. Mengapa harus takut?!
Barangkali perhitunganku saat itu kurang matang. Aku terjebak. Atau mungkin juga terlalu berani atau nekat. Aku ditangkap musuh dan dijadikan tawanan perang. Untung saja aku tidak sampai dibunuh. Aku merasa nasib baik masih bersamaku. Lahirnya aku dibebaskan, dan kembali ke Indonesia.
Teman-teman kagum ketika aku menuturkan pengalamanku. Mereka memuji keberanian. Mereka sangat salut.
Tahun 1912, bersama Suwardi suryaningrat dan dokter Cipto mangkukusumo, aku mendirikan Indische partij (IP). Pada waktu itu aku juga memimpin harian De express. Aku selalu membawa misi mulia. Aku tidak ingin golongan indo berpencar. Aku ingin golongan indo selalu bersatu dengan penduduk Indonesia. Sama-sama merasakan kepedihan. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Menurutku, dengan adanya persatuan semua golongan, maka kita akan mudah mengusir penjajah dari negeri kita.
Gara-gara keingatanku dalam komitmen Bumiputera, tahun 1913, aku dibuang ke negeri Belanda. Aku termasuk yang menentang pemerintah Belanda yang merayakan 100 tahun terlepas dari penjajahan Perancis.
Dalam masa pembuangan itu, aku mendaftarkan diri kuliah ke universitas Zurich, Swiss. Sampai akhirnya aku mendapat gelar doktor.
Setelah 5 tahun dalam pembuangan, aku kembali ke Indonesia lagi. Semangat patriot-ku tidak berhenti. Karena cinta pada pendidikan, maka aku mendirikan perguruan kesatriaan institut. Aku selalu menanamkan rasa kebangsaan yang tinggi pada murid-muridku.
Perang dunia 2 meletus. Aku sempat ditawan di kamp tahanan di Ngawi oleh Jepang. Lalu, lagi-lagi, aku dibuang ke Belanda. Setahun kemudian, aku menyelundup, dan berhasil kembali ke ibukota Republik, yang waktu itu di Yogyakarta. Aku memutuskan untuk berganti nama menjadi danudirjo Setiabudi.
Dalam kabinet Syahrir 3, aku diangkat menjadi menteri negara dan bertugas sebagai sekretaris politik perdana menteri. Aku juga ditunjuk sebagai penasehat delegasi RI dalam perundingan perundingan dengan Belanda. Pada agresi militer 2 aku ditangkap Belanda. Mereka menganggapku penghianat. Tapi, setahun kemudian, aku dibebaskan. Lalu aku menetap di Bandung sampai akhir hayatku.
Moral:
Kita tidak perlu takut untuk memperjuangkan kebenaran.
Indri Haryanti
7 bulan yang lalu
jalak bali yang berani jujur.Di sebuah hutan hiduplah berbagai jenis burung salah satu nya adalah jalak bali mereka hidup dengan damai burung-burung lain mengetahui bahwa keluarga jalak bali sudah hmpir punah oleh karena itu mereka sepakat menjaga keberadaan kluarga jalak bali "jali,ayo kita main!"ajak gumi, si burung kutilang, kepada jali si jalak bali "ayo!"jawab jali.mereka kemudian terbang kedalam hutan yuk, bantu mereka menemukan jalan ke hutan sesekali mereka berhenti untuk mencari makanan "hei! lihat itu! seperti nya
Marsya Zara Afika
7 bulan yang lalu
Hari ini saya membaca buku tentang:
Gagak yang Cerdik
Di suatu siang yang terik, seekor burung gagak merasa sangat kehausan. Tiba-tiba, saat ia terbang, ia melihat ada sebuah teko yang berisi sedikit air di sebuah kebun. Ia pun segera turun untuk meminum air di dalam teko tersebut.
Setelah melihat ke dalam teko, ternyata paruh Gagak tidak bisa menjangkau air di dalamnya. Ia pun berpikir dan berusaha mencari cara agar bisa meminum air di dalam teko tersebut.
Setelah berpikir, Gagak pun mendapat ide untuk memasukkan beberapa kerikil ke dalam teko satu demi satu. Usahanya pun berbuah manis. Air di dalam teko perlahan naik ke permukaan dan Gagak pun dapat dengan mudah untuk meminum air tersebut. Gagak pun sudah tidak kehausan lagi setelah berhasil meminum air di teko tersebut.
Pesan Moral: Kita harus bisa berpikir kreatif untuk mencari solusi saat menghadapi kesulitan.