Ulasan - The dating game (2)
4.0
/5Anonim
1 tahun yang lalu
I found this book randomly on Twitter and decided to borrow it from Jakarta Public Library. Ceritanya cukup ringan dan mungkin banyak relate dalam hubungan percintaan. Bahasa buku nya juga cukup santai dan humor di cerita ini juga cukup menghibur.
Leila Rumeila
1 tahun yang lalu
Actual 3.5⭐ I feel guilty to give only 3.5⭐ for this book, mengingat banyaknya temen2 IG yg ****** banget sama buku ini. K, here are the things... Sejujurnya gue enjoy baca keseluruhan ceritanya. Hanya aja, bagi gue porse pembagian fase2nya kaya kurang tepat. Fase awal, yaitu fase di mana Emma & Kemal pedekate dan berujung split up. Di sini gue masih kurang merasa ada chemistry yg worth it mengakibatkan Emma sampai segitu patah hati dan marahnya dengan Kemal. Fase kedua ketika mereka bertemu 5 tahun kemudian. Sampai di hal 100an, Emma sudah memaafkan Kemal dan mereka mulai rebounding lagi. Dan di fase ini bukan gue merasa "kok Emma segampang dan secepat itu maafin Kemal?" Again, seperti yg gue bilang, gue engga merasakan gemasnya fase awal lovey-dovey huhungan mereka. Jadi gue engga mempermasalahkan ketika Emmasegampang itu maafin Kemal. Tapi yg buat gue kurang sreg a/, di hal 100 aja udah rebounding terus 256 sisa halamannya gue disuguhi apa dong? Yep itu yg membuat gue bertanya2 ketika berada di hal 100an. Dan betul aja, di fase atau gue sebut part 3 kali ya, karna jarak waktunya engga jauh dari fase ke-2, which is di sini masih nyambung dari fase rebounding yg gue sebut2 di atas. Jadi sisa 256 halaman ini menurut gue terlalu panjang dan lumayan flat untuk gue ambil poinnya hanya berisi mengenai keraguan2 Emma ke Kemal based on masa lalu mereka. Memang banyak terselip momen2 manis mereka, tapi lagi2 gue merasa gumoh karna banyaknya pengulangan deskripsi karakter Emma dan Kemal ini (khususnya Kemal), yg terus2an disebut too good to be true. Sebetulnya ini salah satu con gue dengan buku2 romansa lokal khususnya metropop, gimana karakter2 perfect mereka dideskripsikan dengan too much. Gaya penulisannya ngalir banget, hampir engga ada yg buat gue engga suka, kecuali selipan kalimat dalam bahasa inggris di dalam satu kalimat (dalam bahasa indonesia). Haha bingung engga tuh gue ngomong apa? :p Kalau 1-2 kata, atau beda kalimat, gue udah terbiasa baca hal tersebut di buku2 lain. Engga tau ya, tapi bagi gue agak janggal aja dibacanya. Buku ini engga bad, sama sekali engga. Cuma kekurangan2 yg sebenernya engga banyak juga, tapi cukup bothering buat gue pribadi.