Mariati Hutagaol
1 tahun yang lalu
Tokoh Bawang Putih menjadi berwatak munafik, licik, dan sombong. Tokoh Bawang Merah menjadi berwatak gigih, tidak serakah, berbakti, dan menghormati. dua orang gadis cantik kakak beradik yang memiliki sifat dan perangai sangat berbeda lagi bertolak belakang, serta mengenai seorang ibu tiri yang tidak adil dan pilih kasih.
Rizqi Maulana Teguh
1 tahun yang lalu
Malin kundang
Sifat nya sombong dan angkuh.
Isi cerita :
Suatu hari, hiduplah satu anak bernama Malin dan ibunya. Malin Kundang ingin sukses dengan cara merantau ke luar kota dan meminta izin ke orang tuanya untuk merantau agar menjadi orang sukses dan ibunya mengizinkan. Setelah bertahun-tahun kerinduan ibunya terhadap Malin, akhirnya Malin pulang namun dia tidak menganggap ibunya. Sehingga ibunya sedih dan mengutuk dirinya menjadi batu.
Mikayla saussan
1 tahun yang lalu
Aku ingin menjadi guru , menceritakan tentang seorang profesi seseorang yang sangat mulia , memberikan ilmu untuk orang banyak
Afkar Zaki Iskandar
1 tahun yang lalu
Buku cerita Malin Kundang
Tokoh pada cerita:makin Kundang,Mande rubiyah(ibu Malin Kundang),istri Malin Kundang,dan nahkoda kapmpong tidak
Alkisah, di pesisir pantai daerah Sumatera Barat, hiduplah seorang ibu bersama anak kesayangannya yang bernama Malin. Sejak suaminya meninggal, Ibu Malin harus berjuang mati-matian untuk menghidupi Malin. Meskipun begitu, ia tetap merasa bahagia karena Malin merupakan anak yang penyayang. Dia juga sangat manja. Malin akan selalu menemani ibunya bekerja menjual ikan.
Semakin hari, Malin semakin beranjak dewasa. Ia merasa sudah saatnya untuk menggantikan ibunya bekerja. Namun, Malin memiliki keinginan lain ketika melihat banyak teman sebayanya bisa kaya raya dalam waktu cepat setelah berjualan di kota.
Ilustrasi Pantai dalam Cerita Dongeng Pendek "Malin Kundang". Foto: Freepik
Ilustrasi Pantai dalam Cerita Dongeng Pendek "Malin Kundang". Foto: Freepik
“Mak, Malin ingin merantau ke kota seberang. Malin akan menghasilkan banyak uang untuk Emak dari sana.” Ibu Malin sangat terkejut mendengar keinginan putra kesayangannya itu.
“Jangan, Malin. Tetaplah di sini bersama Emak. Emak tidak ingin ada hal buruk yang menimpamu jika merantau ke kota.”
Malin berupaya meyakinkan ibunya bahwa ia akan baik-baik saja di kota. Dengan hati yang gelisah, Ibu Malin melepaskan putranya yang hendak merantau.
“Hati-hati di sana ya, Nak. Jangan lupa untuk cepat pulang.” Ibu Malin memeluk Malin dengan sangat erat. Dia melambaikan tangan di tepi Pantai Air Manis untuk mengantarkan kepergian Malin.
Beberapa lama kemudian, Malin tidak kunjung pulang ke rumah. Bertahun-tahun, ibunya hanya hidup sendirian. Hingga pada suatu hari, Ibu Malin mendapatkan kabar dari salah satu anak temannya yang juga merantau di kota seberang.
“Malin sudah menikah dengan putri seorang bangsawan, Bu. Dia tidak mungkin akan kembali ke sini,” jelas anak teman Ibu Malin yang baru saja kembali dari kota seberang.
“Tidak, Malin pasti akan kembali.”
Dua bulan kemudian, Istri Malin yang sedang hamil mengidamkan berlibur ke Pantai Air Manis. Karena sangat menyayangi istrinya, Malin mengabulkan permintaan istrinya itu. Di dalam perjalanan, Malin teringat dengan ibunya. Malin merasa malu jika ia harus mengenalkan ibunya kepada istrinya.
Saat kapal mereka sudah menepi di pinggir pantai, Ibu Malin yang sedang berjualan ikan melihat anaknya dari kejauhan. Ia sangat yakin itu adalah Malin. Sang ibu bergegas berlari dan memeluk tubuh Malin.
“Lepaskan! Siapa kau?” Ibu Malin terkejut ketika tubuhnya didorong oleh Malin.
“Malin, ini aku, ibumu.”
“Ibu? Apa perempuan lusuh ini ibumu? Kenapa kau berbohong, Malin? Kau bilang kau anak bangsawan sepertiku!” Istri Malin sangat marah menemukan kebohongan Malin yang terungkap.
“Tidak, dia bukan ibuku!”
Malin bersikeras tidak mengakui ibunya. Ia bahkan menarik tubuh istrinya untuk meninggalkan pantai.
Ibu Malin merasa sangat sedih sekaligus marah. Iapun berdoa kepada Tuhan dan menyumpahi Malin agar dikutuk menjadi batu.
Langit bergemuruh setelah doa itu terdengar.
Ilustrasi Badai dalam Cerita Dongeng Pendek "Malin Kundang". Foto: Freepik
Ilustrasi Badai dalam Cerita Dongeng Pendek "Malin Kundang". Foto: Freepik
Malin menyesali perbuatan yang ia lakukan kepada ibunya.
“Ibu maafkan anakmu yang durhaka ini!”
Teriakan Malin sia-sia karena tidak lama setelahnya, kapal Malin terombang-ambing oleh ombak hingga karam dan terpecah.
Keesokan paginya, semua orang di Pantai Air Manis terkejut menemukan banyak kepingan kapal yang berserakan. Namun, mereka lebih terkejut saat menemukan batu berbentuk manusia tengah bersujud.
Kutukan Ibu Malin menjadi nyata. Ia menemukan anaknya yang ia kutuk menjadi batu. Ibu Malin menangis dan menyesali ucapannya.
Anisah Ditania Putri
1 tahun yang lalu
Judul Buku
"Genius"
Salah satu tokoh dalam buku cerita tersebut adalah Nunu, dia seorang anak yang pintar, rajin, berbakat, genius, namun itu tidak menjadikan Nunu menjadi orang yang sombong, dia tetap rendah hati terhadap siapapun dan tetap menolong orang yang membutuhkan pertolongan.
Farea Nazjwa Veerzahra
1 tahun yang lalu
Judul buku:Retak
Tokoh dan karakternya:Aldo adalah kakak dari Gladys yang juga seorang ketua ekstrakurikuler basket dan cukup populer di sekolah nya
Gladys adalah adik dari Aldo
IZHAM JAUFAR NOFIAWAN
1 tahun yang lalu
Merah putih di Old Trafford
Hanif ayah dan ibu
Kisah anak Indonesia yang terpilih berlatih di kandang Red Devils
Darrel Kalani Fardiansyah
1 tahun yang lalu
Karakter utama:Juki
Seru sekali banyak hal hal lucu
AZKA MAHARANI
1 tahun yang lalu
Saya membaca buku cerita batu belah
Tokoh:Mak minah,dan ketiga anaknya yaitu bernama Diang seorang wanita,dan dua anak nya laki-laki bernama utuh dan ucin
Mak Minah memiliki karakter protagonis karena dia sangat sabar tapi lama kelamaan mak minah tidak kuat dengan seiring sikap ke tiga anaknya
Diang memiliki karakter antagonis karena dia tidak mau membantu mak minah orang tua nya sendiri.
Utuh memiliki karakter antagonis karena dia tidak mau membantu mak minah orang tua nya sendiri.
Ucin memiliki karakter antagonis karena dia tidak mau membantu mak minah orang tua nya sendiri.
Cerita singkat
Pada zaman dahulu, di sebuah dusun di Indragiri Hilir hiduplah seorang janda bernama Mak Minah dengan ketiga orang anaknya. Anak yang pertama bernama Diang, seorang wanita. Sementara dua orang yang lain adalah laki-laki yang masing-masing bernama Utuh dan Ucin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiga anaknya, MakMinah harus selalu bekerja. Pekerjaan Mak Minah adalah berjualan kayu bakar ke pasar.
Ketiga anak Mak Minah sangat nakal. Mereka tidak mau mendengarkan nasihat Mak Minah. Ketiganya kerap membantah perintah dari ibunya. Mereka hanya suka bermain-main saja, bahkan hingga larut malam. Mak Minah sering merasa sedih dengan kelakukan anak-anaknya. Ia sering mendoakan anak-anaknya agar sadar dan mau menghormati orang tuanya.Pada keesokan harinya Mak Minah menyiapkan banyak makanan untuk anak-anaknya. Setelah itu ia pergi ke sungai dan mendekati sebuah batu sambil berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali, layaknya seekor kerang. Orang-orang sering menyebutnya dengan batu betangkup.
“Wahai Batu Batangkup, telanlah saya. Saya tak sanggup lagi hidup dengan ketiga anak saya yang tidak pernah menghormati orang tuanya,” kata Mak Minah.Batu betangkup pun kemudian menelan tubuh Mak Minah, hingga yang tertinggal dari tubuh Mak Minah sebagian rambutnya saja.
Menjelang sore hari, ketiga anaknya mulai merasa heran. Mereka sejak pagi tidak menjumpai emak mereka. Akan tetapi karena makanan yang ada cukup banyak, mereka akhirnya cuma makan lalu bermain-main kembali. Setelah hari kedua, makanan pun mulai habis. Anak-anak Mak Minah mulai kebingungan dan merasa lapar. Sampai malam mereka kebingungan mencari emaknya. Barulah pada keesokan harinya setelah mereka pergi ke tepi sungai, mereka menemukan ujung rambut Mak Minah yang terurai ditelan batu betangkup.
“Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari perutmu,” ratap mereka.
“Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian tidak pernah menyayangi dan menghormati emak,” jawab Batu Batangkup. Mereka terus meratap dan menangis.
“Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya batu betangkup pun mengabulkan ratapan ketiga anak Mak Minah. Mak Minah dikeluarkan dari tangkupan batu betangkup. Mereka pun menjadi rajin membantu emak dan menyayangi Mak Minah. Akan tetapi, hal tersebut ternyata tidak bertahan lama. Beberapa waktu kemudian mereka berubah sifat kembali seperti semula. Suka bermain-main dan malas membantu orang tua.
Mak Minah pun kembali sedih. Ia lalu mengunjungi lalu batu betangkup di tepi sungai. Ia kemudian ditelan lagi oleh batu betangkup tersebut. Anak-anak Mak Minah masih terus sibuk bermain-main. Menjelang sore hari, barulah mereka sadar bahwa emak mereka tak ada lagi. Mereka pun kembali mengunjungi batu betangkup di tepi sungai sambil meratap meminta agar emak mereka dikeluarkan oleh batu betangkup. Akan tetapi, kali ini batu betangkup sudah marah. Ia lalu berkata “Kalian memang anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada gunanya,” kata batu batangkup sambil menelan mereka. Batu batangkup pun masuk ke dalam tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul kembali.
Cerita Rakyat Melayu Riau: Batu Belah Batu Betangkup ini berasal Indragiri Hilir yang memberikan pelajaran kepada anak-anak khususnya, dan semua orang pada umumnya agar bisa bersikap baik terhadap orang tua. Rajin membantu, menyayangi dan tidak membantah perintah kedua orang tua. Cerita ini memiliki nilai pesan moral yang cukup baik untuk anak-anak dan semua orang.