JAKLITERA sudah ada versi mobile lho! Unduh

BACA JAKARTA II

7 Mei 2023 - 22 Mei 2023
Triwulan 2

10244

Partisipan saat ini

0

Partisipan diundang

Deskripsi

Yuk, ikutan Tantangan Baca Jakarta selama 14 hari. Sebuah tantangan membaca untuk masyarakat semua usia yang tinggal di Jakarta maupun luar Jakarta. Bergembira bersama sambil mencerdaskan masyarakat DKI Jakarta, juga Indonesia.

Dari tanggal 7 - 20 Mei kita bersama-sama membaca sekaligus beraktivitas literasi di mana pun dan kapan pun.

#DenganBacaKitaBisa #SalamLiterasi

 

Lihat tutorial Baca Jakarta 2023 di sini: Tutorial Baca Jakarta

Bagikan event ini:

Aktivitas Peserta

Andara Nismara Kalani
Andara Nismara Kalani
1 tahun yang lalu

Buku berjudul Aku Ingin Menjadi Koki. Dalam buku itu bercerita tentang seorang anak yang diajak oleh ibunya kerestoran. ia bertanya pada ibunya, siapa yang memasak makanan itu, lalu ibunya menjawab koki nak ,lalu ia bertanya lagi apa itu koki? lalu ibunya menjawab koki atau chef adalah seorang ahli masak.

Ikhsan Dwi Septianto
Ikhsan Dwi Septianto
1 tahun yang lalu

Wisata Pasar Khas di Jakarta Menceritakan beraneka ragam pasar di Jakarta, mulai dari pasar ikan, pasar kue subuh, dll

Nias Dwi Saharah
Nias Dwi Saharah
1 tahun yang lalu

Saya membaca buku tentang "kancil dan buaya" Menceritakan tentang kancil yang memiliki kecerdikan dan sering membantu sesama hewan di hutan.

M Fahri Alfarizi
M Fahri Alfarizi
1 tahun yang lalu

Buku tentang, Taman Impian Jaya Ancol. Taman Impian Jaya Ancol yang saat ini banyak di gemari masyarakat untuk berlibur bahkan sebagian masyarakat menjadikan Taman Impian Jaya Ancol menjadi tempat favorit untuk berlibur.

Windy Tri Marliani
Windy Tri Marliani
1 tahun yang lalu

Cerita yg ku baca adalah kisah bawang putih dan bawang merah nama penulisnya zawiah ahmad ceritanya tentang dia gadis cantik yg bernama bawang merah dan bawang putih , ,sifat bawang merah selalu tidak suka melihat bawang putih yg sok baik kalau sifat bawang putih anak yg cantik,pintar dan baik hati kepada siapapun

Bintang Ramadhan Hakim
Bintang Ramadhan Hakim
1 tahun yang lalu

Buku kisah Luqman Al Hakim Manusia sholeh yang ditinggikan derajatnya dan dimuliakan Allah SWT sebab selalu menjaga lisan, menasehati kebaikan dan padai memetik hikmah.

Lizza Novrida
Lizza Novrida
1 tahun yang lalu

Prof. Dr. H.M. Taufik, M.Ag, PSIKOLOGI AGAMA: Conscientia @ Practica, Mataram: Sanabil 2020 Latar belakang buku ini dimulai dari era kehidupan terkini, arus materialistik memasuki seluruh bidang kehidupan, termasuk psikologi, agama, dan penganutnya. Di sini, relevansi perenungan ulang keberagamaan, dan pemahaman psikologi agama dengan orientasi kajian pada tingkah laku keagamaan, apapun agamanya, dan tidak mencampuri urusan benar atau tidak benarnya sesuatu agama. Memahami manusia dan penyempurnaan dirinya, dilihat dari sisi manapun, termasuk secara teologis-soiologis maupun psikologis, manusia merupakan puncak ciptaan dengan tingkat kesempurnaan dan keunikan yang prima, dibanding makhluk lainnya. Meski demikian, Allah memperingatkan bahwa kualitas kemanusiaannya, masih belum selesai atau bahkan setengah jadi, sehingga masih harus berjuang untuk menyempurnakan dirinya. Proses penyempurnaan dimungkinkan karena secara alamiah, pada naturnya manusia sendiri itu fitri, hanif, lurus dan berakal, yang dapat dididik maupun mendidik (homo educable-homo educandum). Lebih dari itu bagi seorang mukmin, isyarat primordial ini masih ditambah lagi dengan datangnya Rasul Allah sebagai pembawa kitab suci yang merupakan petunjuk kehidupannya. Manusia adalah makhluk ciptaan yang belum selesai. Karenanya, sangat berkepentingan untuk secara aktif-kreatif dalam proses penyelesaian ke arah yang diinginkannya. Apakah ke arah yang mulia sampai ke posisi insan kamil ataukah ke arah yang rendah hina (Q.s. al-Balad/90: 4). Bila hendak meningkat, ia harus mencari dan meniti‖ pembimbingan dan pendakian, bila tidak, ia cukup membiarkan dirinya dalam posisi stagnasi, dan ia akan terseret ke arah yang paling rendah. Model pembimbingan yang diperlukan dapat merunut kedua unsur dasar komponen kejadiannya yang dari tanah/fisikal dan dari ruh Allah ruhaniah. Dapat dilakukan secara kolektif-bersama orang lain, dan dapat secara personal solo training. Dalam kerangka teknis yang terakhir, perenungan tentang diri sendiri dan pengamalan do‟a dan ibadah tertentu lebih ditingkatkan, disertai usaha intensif lainnya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Hasil latihan ini biasanya menimbulkan pandangan baru tentang diri sendiri, relasi dengan lingkungan sekitar dan dengan Tuhan. Fungsi-posisi dan kontribusi pendidikan dapat dimainkan secara baik-akurat dan kuat. Untuk kepentingan membina dan meningkatkan secara terus menerus kapasitas dan integritas manusia secara individual yang kemudian menjadi cikal-dasar terbentuknya hubungan-hubungan manusia dengan sesama maupun dengan alam dalam berbagai bentuknya secara komunal. Agama, Allah, spiritual, kepercayaan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menurut Eric Fromm (1988), agama adalah sistim pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang memberikan kepada individu (anggotanya) satu kerangka pedoman dan satu objek-sasaran penyembahan. Dari defenisi agama tersebut terlihat agama pada dasarnya merupakan ketertarikan, keterikatan, dan ketergantungan manusia secara mental-ruhaniah kepada sesuatu atau pihak yang dianggap "mengatasinya". Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama merupakan praktek perilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode etik. 2. Dari segi makna dapat dikatakan bahwa kata “Allah” mencakup segala sifat-sifat-Nya, seperti ‘Al-Muntaqim‘ (yang membalas kesalahan), ‘Al-Rahīm‘ (Yang Maha Pengasih) dalam syahadat selalu harus menggunakan kata “Allah” ketika mengucapkan “Asyhadu an Lā Ilāha Illa-llāh” tidak dibenarkan menggantinya dengan nama-Nya yang lain, 3. Spiritualitas adalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. Spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang bisa menganut agama, dan memiliki spiritualitas, beberapa orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu memiliki tingkat spiritualitas yang sama, 4. Dalam iman, manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah, sebagai tujuan dan isi iman atau kepercayaannya, dan obyek iman bukanlah pengertian, gagasan atau ide mengenai Allah adalah Allah itu sendiri. Allahlah yang dipercayai manusia, Allah dalam kepribadian dan dalam manifestasi manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Allah terdapat hubungan pribadi. Bagi orang beriman, Allah menjadi tujuan hasratnya yang intim, tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan percaya merupakan kenyataan yang kompleks. Di dalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan taqwa dan cinta kasih. Disiplin ilmu dan psikologi agama memuat dua term yang secara disipliner berbeda, namun pada ujungnya ketemu secara substansial pada manusia. Psikologi berorientasi meneliti tingkah laku biologis sebagai gejala jiwa, dan agama memberikan bimbingan bagi tingkah laku yang tak mudah dipisahkan dari hal-hal yang bersifat kejiwaan. Psikologi agama tidak mencampuri dasar-dasar keyakinan agama tertentu. Tidak melakukan penilaian benar-salah, baik-buruk, masuk akal atau tidaknya suatu kepercayaan. Dalam hubungan itu, prinsip-prinsip yang berlaku dalam studi psikologi agama adalah: 1) prinsip menjauhkan studi dari transendensi; 2) prinsip mempelajari perkembangan; 3) prinsip dinamika; dan 4) prinsip perbandingan. Stanley Hall mencoba menekankan penelitiannya pada masalah konversi dalam kaitannya dengan sikap keberagamaan remaja. Tahun 1899 saat Edwin Diller Starbuck menerbitkan bukunya "The Psychologi of Religion" dipandang sebagai era awal diperbincangkannya psikologi agama sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Karena buku tersebut memang secara definitif dan sistematik mulai mempersoalkan psikologi agama sebagai suatu disiplin ilmu. Starbuck menekankan penulisannya itu pada persoalan pertumbuhan agama dan konversi. Bahkan ada yang menegaskan pendiriannya bahwa sejak Edwin Diller Starbuck tersebut menerbitkan bukunya itu dipandang sebagai saat mulai berdirinya psikologi agama sebagai disiplin ilmu (Jalaluddin & Ramayulis: 1986). Kesadaran dan Pengaruh dalam Beragama berdasarkan berbagai riset dan observasi, diperoleh simpulan bahwa setiap diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan lainnya yaitu kebutuhan kodrati (keinginan untuk mencintai dan dicintai Allah) sejalan dengan analisis mengenai kecenderungan manusia untuk beragama. Setiap orang akan mengalami perkembangan agamanya berdasarkan usia yaitu: 1. Masa kanak-kanak, melihat reaksi orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata Allah itu tumbuh., 2. Masa remaja, perasaan remaja kepada Allah bukanlah tetap dan stabil, tetapi perasaan yang tergantung pada perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya, kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa, 3. Masa dewasa dan lanjut usia, sikap keberagamaannya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. b. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. f. Bersikap lebih kritis tehadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran dan hati nurani. g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing. h. Terlihat adanya hubungan antara sikap dan keberagamaan dengan kehidupan sosial (Jalaluddin: 2008), 4. Menyikapi masa dewasa madya dini, melalui pendekatan religius dan penanaman kebiasaan yang dipandang efektif dalam pendekatan religious ini, al-Qur‘an banyak memberi tuntunan dan isyarat, di antaranya dalam surah al-Syams (91: 9) yang dapat dipahami sebagai dorongan tazkiyah al-nafs yang di dalamnya dipandang mengandung pengertian dan gagasan tentang: a. Usaha yang bersifat pembersihan diri yaitu usaha menjaga dan memelihara diri dari kecenderungan immoral, b. Usaha yang bersifat pengembangan diri yaitu usaha mewujudkan potensi manusia menjadi kualitas moral yang luhur. Maturitas dalam keberagamaan ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar agama yang dianutnya dan ia merasa memerlukan agama dalam hidupnya. Ciri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara lain: 1. Optimisme dan gembira. 2. Ekstrovert dan tidak mendalam. 3. Menyenangi ajaran ketauhidan yang membebaskan. Konversi dalam beragama, berdasarkan pengalaman beragama, (religius experience) seseorang adalah unsur dari perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kecenderungan mengungkapkan diri (mengekspresikan diri) dalam realitas kehidupan kongkrit dari setiap orang yang mengalami konversi. Psikologi agama dan kesehatan mental saling berhubungan dimana salah satu alternative yang dapat ditawarkan untuk kesehatan mental yang baik yang berdasarkan praktek dan penelitian ilmiah empirik telah teruji keefektifannya, bahwa religious approach, dimana agama dapat berfungsi sebagai pembimbing dalam hidup, penolong dalam menghadapi kesulitan serta memberikan ketentraman batin. Khususnya zikir yang dapat mengikat kecintaan seorang hamba dengan Khaliq dan sebaliknya, dengan jaminan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan. Psikologi agama dalam konsep Islam adalah īmān, islām dan ihsān yang merupakan struktur dasar dari keseluruhan bangunan keislaman. Dalam hadiṡ Rasulullah Saw. yang biasa disebut sebagai hadiṡ Jibrīl yang terjemahannya seperti berikut: Pada suatu hari saat kami bersama Rasulullah Saw. berada di tengah-tengah para sahabat, tiba-tiba muncul seorang laki-laki putih sekali dan rambutnya sangat hitam, tidak kentara tanda-tanda kalau dia baru berjalan jauh, tak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk dihadapan Nabi Saw. sembari menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Saw. dan meletakkan tangannya diatas paha Nabi Saw. Kemudian bertanya: Wahai Muhammad, ceritakan padaku tentang Islām? Rasulullah Saw. menjawab: Islām adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah Saw., mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan serta menunaikan ibadah haji jika engkau mampu melakukannya. Orang itu berkata: Kamu benar. Kami heran dia yang bertanya kok dia yang membenarkan. Dia bertanya lagi: Ceritakan padaku tentang iman? Rasul Saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya dan hari Akhir, serta engkau beriman kepada Qadar-Nya yang baik dan yang buruk. Orang itu berkata: Kamu benar. Dia bertanya lagi: Ceritakan padaku tentang Ihsān. Rasul Saw. menjawab: Engkau sembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat engkau. Psikologi Agama dan Pendidikan Islam berperan dalam membangkitkan kekuatan dan kesetiaan spiritual yang bersifat naluri melalui bimbingan agama. Pelaksanaan pendidikan nilai (nilai keislaman) bertujuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai itu sehingga menjiwai nilai-nilai etik kemanusiaan. Nilai-nilai itulah yang harus sejak dini ditanamkan kedalam diri seorang anak melalui proses pendidikan nilai. praktek pendidikan yang berlangsung di tengah masyarakat tanpa dilambari-dibarengi-diliputi oleh pemahaman yang benar dan memadai tentang makna-filosofi-dan psikologi dari pendidikan itu sendiri, dituding sebagai biang dari semrawutnya kondisi generasi yang sedang manggung yang berada diatas pentas. Betapa luas, dalam dan beragamnya jenis pelanggaran berbagai norma yang ada dan masih hidup ditengah masyarakat. Pentingnya makna-filosofi-dan psikologi bagi pelaksanaan praksis pendidikan, dan karenanya penting sekali dipahami dan dihayati (dibawa dalam kehidupan) secara baik-memadai-signifikan oleh para pendidik dan para yang terlibat dalam dunia pendidikan. Psikologi agama dan pendidikan islam terlihat dalam puisi Dorothy L Nolt berikut: Anak Belajar Dari Kehidupannya: 1. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, 2. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi, 3. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri, 4. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri, 5. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri, 6. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri, 7. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai, 8. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan, 8. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan, 9. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri, 10. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Psikologi Agama dan pembelajaran sejatinya merupakan bantuan kepada peserta didik agar dapat mengaktualisasikan diri dan mengangkatnya ke taraf kemanusiaan yang manusiawi dalam makna sepenuhnya, tengah mendapat ujian-kritik tajam sejak pertengahan abad ke-20, akibat dari keterjebakannya pada arah sebaliknya yakni degradasi nilai-nilai kemanusiaan dehumanisasi. Selama ini seringkali terlihat bahwa pendidikan hanya sebagai momen ritualisasi makna baru yang dirasakan cenderung tidak begitu signifikan. Apalagi, menghasilkan insan-insan pendidikan yang memiliki karaktermanusiawi. Pendidikan kini miskin dari sarat keilmuan yang meniscayakan jaminan atas perbaikan kondisi sosial yang ada. Pendidikan hanya menjadi barang dagangan yang dibeli oleh siapa saja yang sanggup memperolehnya. Akhirnya, pendidikan belum menjadi bagian utuh dan integral yang menyatu dalam bangunan pikiran masyarakat secara keseluruhan. Paparan di atas, menggiring kita pada kesimpulan bahwa: 1. Intelektual Muslim adalah orang/kelompok orang yang secara maksimal selalu berupaya meningkatkan potensi dirinya secara rasional, spiritual, moral dan kiprah nyata di tengah kehidupan masyarakat untuk mengemban amanah keilmuan dalam kerangka mencapai ridha Illahi. 2. Amanah keilmuan adalah merupakan bagian integral dari amanah Ilahiyah, dari agama dan merupakan semangat utama dari Al Qur'an selain tauhid. 3. Tanggung jawab Intelektual Muslim: Pertama, memenuhi janji dengan Allah untuk mengikat jalinan antara dirinya dengan Allah dan antara dirinya dengan sesamanya. Kedua, menyambungkan apa yang disuruh sambung oleh Allah, antara iman dengan amal, antara ibadah dengan muamalah serta antar unsusr umat yang terpecah. 4. Intelektual Muslim bertanggung jawab secara ilmiah dalam proses pencarian, "pemilikan" dan pengamalan ilmu pengetahuan yang dilandasi keyakinan agamanya untuk menggapai ridha Allah.

Manuela Quennaro
Manuela Quennaro
1 tahun yang lalu

Buku Pelajaran Tema 7 kelas 3. Tim Penulis KEMENDIKBUD

RADIF JANOGA
RADIF JANOGA
1 tahun yang lalu

Galaksi, buku ini tentang kisah remaja SMA yang memiliki keluarga broker home sehingga ia tumbuh menjadi anak nakal dan pemberani kemudian ia menemukan sosok wanita yang bernama kejora ayodhya hingga ia pun berubah menjadi pribadi yang lebih baik