Hari ini saya membaca buku tentang Pemburu Belalang yang dituliskan oleh Hasta Indriyana.
Bulan Ramadan tak lama lagi datang. Ekonomi
keluarga Sudar sedang tidak baik. Pak Ngadiran satu
bulan ini tidak menyopir. Mobil yang biasa dipakai
sedang diperbaiki. Mesin dibongkar. Ada beberapa
onderdil yang harus diganti. Tidak bisa dipastikan kapan
mobil bisa dipakai. Sebagai sopir yang memakai mobil
tersebut, Pak Ngadiran harus turut memperbaikinya.
Juragan sekadar memberi ongkos untuk makan selama
sehari. Maka, ia harus pandai-pandai mengirit uang
makan sehingga ada uang tersisa agar bisa dibawa
pulang.
Bu Sri, istri Pak Ngadiran juga sepi rezeki. Sebagai
buruh serabutan, tidak mesti mendapatkan pekerjaan.
Biasanya mencuci baju keluarga Haji Kasan, menyetrika,
mengupas jagung kering Pak Mitro, atau pekerjaan lain.
Sementara, Sudar dan adiknya, Yani, yang biasanya
memunguti buah asam jatuh, tidak bisa melakukannya
lagi. Asam tidak sedang musim berbuah.
Di dalam benak terpikir bahwa bulan puasa nanti
keluarga ini akan benar-benar melakukan “puasa”.
Puasa yang tak sekadar dirayakan dengan sukacita,
berbuka dengan es kolak atau kelapa muda, misalnya.
Mungkin, Ramadan nanti mereka sungguh-sungguh
menahan lapar karena memang tak ada persediaan
rezeki tersimpan.
Akan tetapi, keluarga Sudar tidak bersedih
karenanya. Barangkali karena sudah terbiasa prihatin.
Cobaan dari Tuhan berupa hidup miskin bukanlah
halangan untuk menyerah pada hidup. Segala masalah
yang menghadang harus dihadapi dengan lapang dan
daya upaya.
Tahun ini Sudar kelas dua SMP. Selama ia menjalani
ibadah Ramadan di tahun-tahun sebelumnya, belum
pernah sekali pun dirinya melewatkan puasa. Tak ada
yang bolong puasanya. Ia juga rajin beribadah. Ia ke
masjid sembahyang berjamaah, mengaji, tadarus,
dan terkadang jika ada waktu luang turut membantu
kegiatan takmir. Maka, seperti kata orang-orang, Sudar
adalah remaja yang ringan tangan, suka membantu
tanpa pamrih, juga sering bergotong-royong.
Pada suatu sore yang cerah di awal Ramadan, Sudar
membersihkan padasan, gentong tempat berwudu. Ia
perlu mengurasnya karena padasan itu agak lama tidak
dibersihkan. Tadi saat berwudu sebelum salat Asar,
airnya sedikit keruh. Padasan diletakkan di samping
tiang sumur. Sebuah batu kapur setinggi pinggang
dipakai sebagai penyangga. Di dekat sumur, tumbuh
pohon mangga. Sumur itu berada di belakang rumahnya.
Ketika sedang menyikat bagian luar padasan, Sudar
dikejutkan dengan jatuhnya seekor belalang kayu.
Belalang itu jatuh dari daun-daun mangga, tertiup
angin, lantas menempel tepat di mulut padasan.
“Subhanallah,” ucapnya karena terkejut.
Si belalang berwarna cokelat diam saja. Beberapa
saat lamanya, Sudar terdiam. Dilihatnya belalang itu,
lalu berkatalah Sudar, “Terbanglah, kawanku!” Ia
berkata sambil ditiupnya belalang tersebut. Belalang
pun terbang. Sejenak Sudar menatap sampai belalang
menghilang. Tak ingin menyia-nyiakan waktu,
yang menjual per ekor. Belalang yang sudah matang
bisa didapatkan di pasar Kota Wonosari, sementara
yang masih hidup bisa didapat dari penjual di pinggiran
jalan raya, misalnya Jalan Semanu, Jalan Paliyan, Jalan
Baron, Jalan Semin, dan Jalan Playen.
Ah, terlalu bertele penjelasanku tentang belalang.
Baiklah, kita ceritakan lagi mengenai Sudar. Semenjak
menemukan belalang di sore itu, ia punya ide menjadi
pemburu belalang. Akan ia ajak adiknya, Yani, untuk
berburu. Sudar menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
plastik kasa, kawat, dan galah panjang. Pertama, ia
membuat lingkaran dari kawat berdiameter tujuh
sentimeter. Sudar menyisakan beberapa senti kawat
untuk dikaitkan di ujung galah. Lalu, lingkaran kawat
diselubungi plastik kasa yang membentuk jaring kerucut
sepanjang lima belas sentimeter. Jadilah alat penangkap
belalang yang panjang, yaitu jaring belalang. Cukup
sederhana.
Siap sudah Sudar menjadi pemburu belalang.
Dengan tangan, dipegangnya dua jaring. Satu untuk
dirinya, satu lagi buat Yani. Yani pasti senang dengan
kerja ini karena ia suka berburu dan bertualang.
“Hore!” kata Yani ketika Sudar menawarkan
ajakannya.
“Ssst, tetapi jangan katakan kepada bapak-ibu dulu
ya.”
Sudar segera merampungkan pekerjaannya. Selesai
membersihkan padasan, ia duduk di kursi panjang dekat
sumur.
Namun, Sudar menjadi terheran-heran ketika
melihat dengan saksama daun-daun dan ranting pohon
mangga. Ternyata, ada beberapa belalang menempel
di sela daun dan reranting. Tidak hanya satu-dua saja,
tetapi lumayan banyak. Setelah dipikir-pikir, saat ini
berarti sedang musim belalang.
“Aha, semoga ini berita dari Tuhan. Rezeki semoga
datang pada kami,” doanya dalam hati.
***
Kabupaten Gunung Kidul adalah wilayah berbukit-
bukit kapur. Sebagian masyarakatnya adalah petani
tadah hujan. Bukit-bukit yang tidak digarap sebagai
lahan pertanian biasanya tumbuh semak belukar atau
jenis pohon keras, seperti jati, mahoni, dan akasia.
Apabila musim hujan datang, barisan bukit yang
menghampar berwarna hijau. Namun, jika kemarau tiba,
wilayah ini kentara kering dan tandus. Debu kapur akan
beterbangan dan menempel di pohon-pohon kering dan
genteng-genteng rumah warga.
Pada musim-musim tertentu (aku sendiri tidak
hapal) akan muncul banyak belalang. Belalang yang
dimaksud adalah jenis belalang kayu. Warnanya hijau
ketika masih anakan dan menjadi cokelat saat dewasa.
Belalang jenis ini konon katanya hidup tersebar mulai
dari Kabupaten Ponorogo dan Pacitan (Jawa Timur),
Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), dan Kabupaten
Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Kebetulan, wilayah-wilayah tersebut memiliki tipografi
alam yang sama, yaitu menghampar perbukitan kapur.
Tahukah kalian bahwa belalang bagi masyarakat
Gunung Kidul dijadikan sebagai menu makanan?
Mungkin di daerah lain ada juga demikian, tetapi yang
kutahu, belalang di sini menjadi makanan kegemaran.
Belalang yang telah dimasak bisa dijadikan lauk, tetapi
bisa pula dimakan tanpa nasi. Masyarakat biasanya
memasak menjadi belalang goreng kering dan belalang
bacem. Belalang goreng kering cukup dibumbui bawang
putih dan garam. Belalang bacem dimasak dengan
bumbu bacem, yaitu bawang putih, bawang merah,
garam, gula merah, daun salam, ketumbar, dan kecap.
Kedua-duanya awet jika disimpan lama.
Anehnya, jika dijual, baik mentah maupun sudah
matang, harganya cukup tinggi. Harga belalang lebih
mahal jika dibandingkan dengan daging ayam. Para
pedagang ada yang menjualnya per kilogram, ada pula
“Mengapa?”
“Menangkapnya agak jauh soalnya.”
“Di mana kita mau berburu?”
“Tegalan kampung sebelah.”
“Oke, siap! Kapan kita mulainya?”
“Besok sepulang sekolah.”
“Baiklah.”
“Akan tetapi, kita mesti latihan dulu. Ayo tangkap
belalang-belalang di pohon mangga belakang rumah!”
“Memangnya ada?”
“Sudahlah jangan banyak bertanya. Ayo!”
Ternyata tidak gampang menangkap belalang
dengan jaring. Belalang yang berdiam di sebalik daun
atau di reranting cukup sensitif. Jika ada gerakan
atau gesekan yang menimbulkan suara, belalang pasti
terbang. Maka, dibutuhkan kehati-hatian.
Beberapa kali belalang yang diincar Yani terbang
menjauh. Ia kurang sabar menjaringnya. Mula-mula
ia kesal, tetapi ketika mencoba beberapa kali ia nyaris
bisa menangkap. Maka, Yani pun menggerundel sambil
membanting-banting kaki.
“Konsentrasi dong. Pelan, jangan tergesa-gesa.”
“Ini juga sudah pelan-pelan!”
“Akan tetapi, jangan terlalu lambat.”
“Yah, bagaimana sih?”
“Coba, bibir jaring diarahkan ke kepala belalang
bagian atas. Dari depan, jangan dari belakang.”
Yani mencobanya sekali lagi. Sudar mengamati
cara adiknya menjaring belalang. Sudar tersenyum geli
melihat adiknya belum luwes melakukannya. Namun,
ia yakin, kalau terbiasa, adiknya pasti akan lihai
menangkapnya.
“Hore, kena!” Yani berteriak girang. Seekor belalang
berhasil dijaring.
“Nah, begitu. Belalang itu kalau mau terbang
meloncatnya pasti ke arah depan. Itu teorinya. Coba,
sekarang tangkap lagi yang di sebelah atas tuh!” Sudar
meminta Yani menjaring lagi.
“Kena!”
Sudar bertepuk tangan memberi pujian. Yani senang.
Sore itu, tak banyak belalang ditangkapnya, tak sampai
sejumlah jari tangan. Namun, beberapa ekor itu diolah
juga sebagai menu tambahan makan malam. Mereka
puas dan gembira. Terbayang oleh mereka, hari-hari
berburu belalang di tegalan kampung sebelah. Pasti
menjadi saat yang menyenangkan bagi keduanya.
Bulan Ramadan tiba. Sudar dan Yani sudah pandai
menangkap belalang. Akan tetapi, tak setiap hari
mereka berburu belalang. Ketika berburu, mereka juga
tidak selalu mendapat tangkapan seperti yang mereka
harap. Malah, terkadang pulang dengan tangan hampa.
Keduanya menjalani hari-hari dengan bersukacita.
Apalagi, jika siang sehabis Zuhur panas matahari
melelehkan peluh, mereka tidak memaksakan diri dalam
berburu. Kalau dapat banyak tangkapan, itu berarti
Tuhan memberikan rezeki lebih. Namun, jika tanpa
tangkapan, dianggapnya akan ada rezeki lain di hari
esok.
Apabila Sudar dan Yani mendapat cukup belalang,
mereka menjualnya di warung dekat pasar. Di warung
itu, belalang akan dimasak dan dibungkus dalam plastik
kecil untuk kemudian dijualnya lagi. Uang hasil menjual
belalang lantas ditabung sebagai persiapan Lebaran.
Benar saja, Tuhan adalah zat yang akan memberikan
kelebihan bagi manusia yang bersabar dan mau berusa-
ha. Tak terasa Ramadan hampir di ujung. Aroma Idulfitri
sudah tercium. Toko-toko memajang barang keperluan
Lebaran. Berbagai bahan makanan naik harganya. Para
tetangga sudah membeli baju baru, bahkan sudah ada
kerabat tetangga yang mudik dari Jakarta.
“Sudah siap memecahnya?”
“Siap.”
“Baca basmalah dulu.”
“Pyar!” Sebuah celengan jago dari tanah liat
dibanting Yani. Mereka melongo menatap uang kertas
dan recehan berhamburan.
“Sebegini banyaknya, Mas?”
“Cobalah hitung.”
Uang yang berserak di lantai itu kemudian
dihitungnya.
“Astaga!” kata Yani tak percaya. Terbayang,
keduanya membeli baju baru, berbelanja roti dan sirup
botol, dan lain-lain. Ada banyak keinginan menyembul
tiba-tiba. Sangat banyak jika keinginan itu ditulis.
“Yani, sebenarnya yang kita perlukan adalah apa
yang kita butuhkan. Kalau semua keinginan kita penuhi,
sebanyak apa pun harta pasti tak akan cukup.”
“Betul, Mas. Aku juga bingung, mau dibelanjakan
apa uang ini.”
“Tuhan memberi cobaan berupa miskin dan kelebihan
harta. Kamu ingat khotbah subuh yang lalu?”
Yani mengiyakan. “Oiya, bagaimana kalau uang ini
kita serahkan kepada ibu?”
“Aku setuju,” kata Sudar sambil mengusap-usap
kepala adiknya.
Pada saat keluarga Sudar selesai berbuka puasa,
uang tersebut diberikan kepada Bu Sri.
“Aku tahu kalau selama ini kalian berburu belalang.
Aku juga tahu kalau kalian menabung untuk menyambut
Lebaran. Aku bangga pada kalian.” Bu Sri terdiam.
Ruangan terasa senyap.
“Pergunakan tabungan itu untuk kebutuhan kalian
sendiri. Aku dan ibumu percaya bahwa kalian tahu,
mana yang penting dan tidak.” Pak Ngadiran berkata
memecah sunyi.
Bu Sri meneteskan air mata. Sudar dan Yani
menundukkan kepala.
Kirani shakila
2 bulan yang lalu
Halo sahabat baca,Namaku kirani shakila,Aku bersekolah di Sdn semper barat 15,Hari ini adalah hari ke-12 Aku membaca di baca jakarta,Hari ini aku membaca buku yang berjudul Keanekaragaman kumbang stag,Penulisnya ialah woro anggraitoningsih noerdjito,Buku ini menceritakan Jenis jenis kumbang,Kumbang stag(Coleoptera lucanidae) merupakan kelompok serangga yang mempunyai morfologi tubuh yang sangat unik. Karena keindahan morfologi tubuhnya,Kumbang stag menjadi salah satu komoditas yang diperdagangkan,Baik di dalam negeri maupun diluar negeri.
Kirani shakila
2 bulan yang lalu
Halo sahabat baca,Namaku kirani shakila,Aku bersekolah di Sdn semper barat 15,Hari ini adalah hari ke-12 Aku membaca di baca jakarta,Hari ini aku membaca buku yang berjudul Keanekaragaman kumbang stag,Penulisnya ialah woro anggraitoningsih noerdjito,Buku ini menceritakan Jenis jenis kumbang,Kumbang stag(Coleoptera lucanidae) merupakan kelompok serangga yang mempunyai morfologi tubuh yang sangat unik. Karena keindahan morfologi tubuhnya,Kumbang stag menjadi salah satu komoditas yang diperdagangkan,Baik di dalam negeri maupun diluar negeri.
Agnes Widya Nathania
2 bulan yang lalu
aku sudah membaca buku malioboro at midnight, itu menceritakan suatu kisah cinta yang berawal dari malio yang ingin mengganti pintu apartemennya serana yang sempat malio dobrak saat tidak sadarkan diri, penulisnya adalah SkySphire
Genielca Ashera Simanjuntak
2 bulan yang lalu
Buku cerit Kutilang dan Kenari - penulis Ahmad Filyan. Menceritakan Dara seekor burung yang gemar membaca, Rini seekor burung kenari. Dara senang membaca dan Rini sering mengingatkan agar tetap menjaga kesehatan matanya.
Afifah Paramitha Salsabilla
2 bulan yang lalu
Judul buku : Kisah Dua Ekor Kambing
Penulis : Endyas Wiguna
Bercerita tentang sekelompok kambing yang sombong dan rakus, mereka tak pernah mengalah dan sering berkelahi sehingga membuat binatang lain seperti ayam dan burung tidak nyaman...
Shakira rahmadani
2 bulan yang lalu
upin & ipin gemar membaca buku di perpustakaan. judulnya ke perpustakaan yuk. penulis Les, copaque production
Abdul munif alfarizi
2 bulan yang lalu
hari ini aku membaca buku 3 babi kecil dan serigala jahat.dahulu kala ada 3 babi kecil yang berpetualang ke hutan.mereka membuat rumah sendriri.babi pertama membuat rumah jerami,babi kedua membuat rumah kayu,babi ketiga membuat rumah dari beton.suatu hari ada serigala yang jahat yang ingin menangkap 3 babi kecil itu.pertama dia ke rumah babi kecil yang pertama.rumah babi pertama pun roboh yang terbuat dari jerami.ketika serigalanya ingin menangkap babi pertama dia kabur dan masuk kerumah babi kedua.rumah babi keduapun juga roboh sama seperti rumah babi pertama.tetapi ketika seriga mau merobohkan rumah bajanya babi ketiga,dia tidak dapat merobohkannya.akhirnya serigalapun menyerah dan kembali ke hutan.judul dari buku itu adalah 3 babi kecil dan serigala jahat.penulisnya adalah James